iklan

Saturday, 28 March 2015

makalah budaya menyontek







Makalah ini untuk memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia





Oleh

SMP NEGERI 01 PINOH UTARA
KABUPATEN MELAWI
TAHUN 2015


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Satu perilaku baruk yang kerap terlihat dikalangan sebagian pelajar atau mahasiswa kita terutama pada setiap musim ujian atau ulangan adalah kebiasaan menyontek. Kebiasaan buruk yang sudah menjadi rahasia umum ini seakan menjadi “budaya” dan sesuatu yang sah dilakukan, ketika dunia pendidikan kita menerapkan sistem Ujian Nasional (UN) bagi standar atau ukuran kelulusan.
Biasanya remaja bahkan sekarangpun anak-anak SD (Sekolah Dasar) ikut menyontek sehingga membuat anak-anak tidak mengetahui apa yang dipelajari dan tidak akan fokus pada pelajaran. Ketika ujian contek-mencontek tidak penah ditinggalkan. Peserta ujian dalam hal ini siswa maupun mahasiswa berusaha untuk menyelesaikaan soal atau permasalahan yang telah disiapkan oleh penguji (guru maupun dosen) agar memperoleh hasil belajar sesuai dengan apa yang telah diterimanya selama melaksanakan proses pembelajaran. Bahkan mencontek sering kali diartikan sebagai bentuk solidaritas. Tapi solidaritas ini sering disalahartikan. Jika solidaritas diartikan sebagai solidaritas yang positif maka akan berdampak positif juga karena semakin eratnya rasa persatuan dan baik untuk perkembangan kehidupan sosial mereka dimasa yang akan datang. Tapi jika solidaritas disalahartikan dengan memberikan contekan kepada teman tentu saja ini menyimpang dari arti solidaritas yang sebenarnya. Biasanya mereka beranggapan jika tidak memberikan contekan maka akan dianggap pelit dan mengakibatkan tidak mempunyai teman. Hal ini yang menbuat mereka serba salah sehingga mereka tetap mencontek meskipun tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang salah.
Menyontek merupakan salah satu fenomena pendidikan yang sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar sehari-hari, tetapi jarang mendapat pembahasan dalam wacana pendidikan di Indonesia. Kurangnya pembahasan dalam hal mengenai menyontek mungkin disebabkan karena kebanyakan pakar menganggap persoalan ini sebagai sesuatu yang sifatnya sepele, padahal masalah menyontek sesungguhnya merupakan sesuatu yang sangat mendasar.
Dalam konteks kehidupan bangsa saat ini, tidak jarang kita mendengar asumsi dari masyarakat yang menyatakan bahwa koruptor-koruptor besar, mungkin adalah penyontek-penyontek berat ketika mereka masih berada di bangku sekolah. Mereka yang terbiasa menyontek di sekolah, memiliki potensi untuk menjadi koruptor, penipu, dan penjahat krah putih dalam masyarakat nanti.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan informasi tentang pengertian menyontek dan faktor penyebab menyontek, untuk mengetahui tinjauan psikologi tentang menyontek, dan memberikan masukan tentang cara-cara mengatasi perbuatan menyontek di sekolah sehingga dapat memahami makna dari proses pembelajaran atau pendidikan. Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan juga dapat mengetahui akibat dari perbuatan menyontek sehingga mempunyai kesadaran untuk tidak melakukan hal tersebut dan dapat menghindarinya bahkan dapat meninggalkan kebiasaan tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Menyontek
          Menyontek memiliki arti yang beraneka macam, akan tetapi biasanya dihubungkan dengan kehidupan sekolah khususnya bila ada ulangan dan ujian.
Ada berbagai macam pegertian tentang mencontek, yaitu:
1.      Menurut Purwadarminta menyontek adalah sebagai suatu kegiatan mencontoh/meniru/mengutip tulisan, pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya.
2.      Cheating (menyontek) menurut Wikipedia Encyclopedia sebagai suatu tindakan tidak jujur yang dilakukan secara sadar untuk menciptakan keuntungan yang mengabaikan prinsip keadilan.
3.      Bower (1964) yang mendefinisikan “cheating is manifestation of using illigitimate means to achieve a legitimate end (achieve academic success or avoid academic failure)”. Maksudnya, menyontek adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah/terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau menghindari kegagalan akademis.
4.      Deighton (1971) yang menyatakan “Cheating is attempt an individuas makes to attain success by unfair methods”.Maksudnya, menyontek adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak jujur.
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa mencontek adalah suatu perbuatan atau cara-cara yang tidak jujur, curang, dan menghalalkan segala cara yang dilakukan seseorang untuk mencapai nilai yang terbaik dalam menyelesaikan tugas terutama pada ulangan atau ujian.
Pada dasarnya mencontek dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu mencontek dengan usaha sendiri dengan membuka buku catatan atau membuat berbagai catatan kecil yang ditulis pada kertas kecil, tangan atau di tempat lain yang dianggap aman dan tidak diketahui oleh guru atau pengawas. Dan yang kedua yaitu dengan meminta bantuan teman. Misalnya dengan meniru jawaban dari teman atau dengan berkompromi menggunakan berbagai macam kode tertentu, menerima jawaban dari pihak luar dan mencari bocoran soal.
Dalam perkembangannya menyontek dapat ditemukan dalam bentuk perjokian seperti kasus yang sering terjadi dalam UMPTN/SMPTN, memberi lilin atau pelumas pada lembar jawaban komputer atau menebarkan atom magnet dengan maksud agar mesin scanner komputer dapat terkecoh ketika membaca lembar jawaban sehingga gagal mendeteksi jawaban yang salah atau menganggap semua jawaban benar. Dan banyak cara-cara yang sifatnya spekulatif maupun rasional.
Ternyata praktik menyontek banyak macamnya, dimulai dari bentuk yang sederhana sampai dalam bentuk yang canggih. Teknik menyontek tampaknya mengikuti pula perkembangan teknologi, artinya semakin canggih teknologi yang dilibatkan dalam pendidikan semakin canggih pula bentuk menyontek yang bakal menyertainya. Bervariasi dan beragamnya bentuk perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai menyontek maka sekilas dapat diduga bahwa hampir semua pelajar pernah melakukan menyontek meskipun mungkin wujudnya sangat sederhana dan sudah dalam kategori yang dapat ditolerir.
Meskipun dapat dikatakan cara sederhana ataupun dengan cara yang canggih, dari sesuatu yang sangat tercela sampai yang mungkin dapat ditolerir, menyontek tetap dianggap oleh masyarakat umum sebagai perbuatan ketidakjujuran, perbuatan curang yang bertentangan dengan moral dan etika serta tercela untuk dilakukan oleh seseorang yang terpelajar.

B. Faktor-Faktor Penyebab Menyontek
Menurut Nugroho (2008), yang menjadi penyebab munculnya tindakan menyontek bisa dipengaruhi beberapa hal. Baik yang sifatnya berasal dari dalam internal yakni diri sendiri, maupun dari luar (eksternal) misalnya dari guru, orang tua maupun sistem pendidikan itu sendiri.
1.        Faktor dari dalam diri sendiri
a.       Kurangnya rasa percaya diri pelajar dalam mengerjakan soal. Biasanya disebabkan ketidaksiapan belajar baik persoalan malas dan kurangnya waktu belajar.
b.      Orientasi pelajar pada nilai bukan pada ilmu.
c.       Sudah menjadi kebiasaan dan merupakan bagian dari insting untuk bertahan.
d.      Merupakan bentuk pelarian atau protes untuk mendapatkan keadilan. Hal ini disebabkan pelajaran yang disampaikan kurang dipahami atau tidak mengerti dan sehingga merasa tidak puas oleh penjelasan dari guru atau dosen.
e.       Melihat beberapa mata pelajaran dengan kacamata yang kurang tepat, yakni merasa ada pelajaran yang penting dan tidak penting sehingga mempengaruhi keseriusan belajar.
f.       Terpengaruh oleh budaya instan yang mempengaruhi sehingga pelajar selalu mencari jalan keluar yang mudah dan cepat ketika menghadapi suatu persoalan termasuk tes atau ujian.
g.      Tidak ingin dianggap sok suci dan lemahnya tingkat keimanan.
2.        Faktor dari Guru
a.       Guru tidak mempersiapkan proses belajar mengajar dengan baik sehingga yang terjadi tidak ada variasi dalam mengajar dan pada akhirnya murid menjadi malas belajar.
b.      Guru terlalu banyak melakukan kerja sampingan sehingga tidak ada kesempatan untuk membuat soal-soal yang variatif. Akibatnya soal yang diberikan antara satu kelas dengan kelas yang lain sama atau bahkan dari tahun ke tahun tidak mengalami variasi soal.
c.       Soal yang diberikan selalu berorientasi pada hafal mati dari text book.
d.      Tidak ada integritas dan keteladan dalam diri guru berkenaan dengan mudahnya soal diberikan kepada pelajar dengan imbalan sejumlah uang.
e.       Kurangnya sistem pengawasan dari guru.
3.        Faktor dari Orang Tua
a.    Adanya hukuman yang berat jika anaknya tidak berprestasi.
b.    Ketidaktahuan orang tua dalam mengerti pribadi dan keunikan masing-masing dari anaknya, sehingga yang terjadi pemaksaan kehendak.
4.        Faktor dari Sistem Pendidikan
a.    Meskipun pemerintah terus memperbaharui sistem kurikulum yang ada, akan tetapi sistem pengajarannya tetap tidak berubah. Misalnya tetap terjadi one way yakni dari guru untuk siswa.
b.    Muatan materi kurikulum yang ada seringkali masih tumpang tindih dari satu jenjang ke jenjang lainnya yang akhirnya menyebabkan pelajar/siswa menganggap rendah dan mudah setiap materi. Sehingga yang terjadi bukan semakin bisa melainkan pembodohan karena kebosanan.
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan pelajar melakukan mencontek ketika ujian adalah sebagai berikut:
a.       Tekanan yang terlalu besar yang diberikan kepada hasil studi berupa angka dan nilai yang diperoleh siswa dalam tes formatif atau sumatif.
b.      Pendidikan moral baik di rumah maupun di sekolah kurang diterapkan dalam kehidupan siswa.
c.       Sikap malas yang terukir dalam diri siswa sehingga ketinggalan dalam menguasai mata pelajaran dan kurang bertanggung jawab.
d.      Anak remaja lebih sering menyontek dari pada anak SD, karena masa remaja bagi mereka penting sekali memiliki banyak teman dan populer di kalangan teman-teman sekelasnya.
e.       Kurang mengerti arti dari pendidikan.
f.       Karena terpengaruh setelah melihat orang lain melakukan menyontek meskipun pada awalnya tidak ada niat melakukannya.
g.      Karena jawaban dari pertanyaan tersebut sama dengan yang ada pada buku sehingga bisa langsung disalin dari buku.
h.      Merasa dosen atau guru kurang adil dalam memberikan nilai.
i.        Adanya kesempatan atau pengawasan tidak ketat.
j.        Takut gagal karena yang bersankutan merasa belum siap menghadapi ujian dan dia tidak ingin mengulang.
k.      Ingin mendapat nilai tinggi
l.        Tidak percaya diri sehingga tidak yakin pada jawabanya sendiri.
m.    Terlalu cemas menghadapi ujian sehingga apa yang dipelajari sudah hilang sehingga terpaksa membuka catatan atau bertanya kepada teman yang duduk berdekatan.
n.      Merasa sudah sulit menghafal atau mengingat karena faktor usia, sementara soal yang dibuat penguji sangat menekankan kepada kemampuan mengingat.
o.      Mencari jalan pintas dengan pertimbangan daripada mempelajari sesuatu yang belum tentu keluar lebih baik mencari bocoran soal.
p.      Menganggap sistem penilaian tidak objektif, sehingga pendekatan pribadi kepada dosen atau guru lebih efektif daripada belajar serius.
q.      Penugasan guru atau dosen yang tidak rasional yang mengakibatkan siswa atau mahasiswa terdesak sehingga terpaksa menempuh segala macam cara.
r.        Yakin bahwa dosen atau guru tidak akan memeriksa tugas yang diberikan berdasarkan pengalaman sebelumnya sehingga bermaksud membalas dengan mengelabui dosen atau guru yang bersangkutan.



C.  Dampak dari Perbuatan Mencontek
Dampak yang timbul dari praktik menyontek yang secara terus menerus dilakukan akan mengakibatkan ketidakjujuran. Jika tidak, niscaya akan muncul malapetaka. Peserta didik akan menanam kebiasaan berbuat tidak jujur, yang pada saatnya nanti akan menjadi kandidat koruptor. (Poedjinoegroho, 2006).
Kebiasaan mencontek juga akan mengakibatkan seseorang tidak mau berusaha sendiri dan selalu mengandalkan orang lain. Sehingga seseorang tersebut tidak mau mempergunakan otaknya sendiri dan tentu saja akan muncul generasi-generasi yang bodoh dan tidak jujur.
Selain itu, umumnya para pelajar atau mahasiswa akan malas belajar, malas berpikir dan merenung, malas membaca dan tidak suka meneliti. Orang yang suka menyontek biasanya hanya memerlukan yang instan-instan saja dan tidak percaya pada kemampuan dirinya sendiri, yang pada akhirnya akan menjadi generasi yang labil. Kreatifitas dalam dirinya terhambat. Penuh dengan rasa malas, putus asa, dan tidak bertanggung jawab. Semua yang diraihnya tidak halal karena kecurangan sehingga mengakibatkan reputasi diri akan buruk di mata sosial.
Dampak buruk lainya adalah membodohi diri sendiri. Ketika kita mencontek, berarti kita memanipulasi nilai kita. Karena sebenarnya itu bukanlah jawaban kita, melainkan jawaban orang lain. Belum tentu jawaban teman itu benar. Dan ketika kita memberikan jawaban kepada teman kita, maka kita memberikan peluang kepada teman kita untuk mendapatkan nilai yang lebih besar.

D. Cara Mengatasi Kebisaan Mencontek
Ada beberapa macam untuk mengatasi kebiasaan menyontek yaitu:
1.    Dari dalam diri sendiri
a.        Bangkitkan rasa percaya diri.
b.        Arahkan self consept ke arah yang lebih proporsional.
c.        Biasakan berpikir lebih realistis dan tidak ambisius.
2.    Dari Lingkungan dan Kelompok
Ciptakan kesadaran disiplin dan kode etik kelompok yang sarat dengan pertimbangan moral.
3.    Dari Sistem Evaluasi
a.         Buat instrumen evaluasi yang valid dan reliable (yang tepat dan tetap).
b.        Terapkan cara pemberian skor yang benar-benar objektif.
c.         Lakukan pengawasan yang ketat.
d.        Bentuk soal disesuaikan dengan perkembangan kematangan peserta didik dan dengan mempertimbangkan prinsip paedagogy serta prinsip andragogy.
4.    Dari Guru atau Dosen
a.        Berlaku objektif dan terbuka dalam pemberian nilai.
b.        Bersikap rasional dan tidak menyontek dalam memberikan tugas ujian atau tes.
c.        Tunjukkan keteladanan dalam perilaku moral.
d.       Berikan umpan balik atas setiap penugasan.
Selain itu kita sebagai calon pendidik tentunya memiliki tugas yang berat dalam upaya mengatasi kebiasaan mencontek dikalangan pelajar. Salah satu upaya yang bisa kita lakukan sebagai calon guru ialah memberikan motivasi pada peserta didik yang mencontek pada saat ulangan agar peserta didik dapat bersikap jujur dalam menghadapi ulangan dan menanamkan rasa percaya diri pada setiap peserta didik.
Beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam mengadapi persoalan setiap siswa, yaitu:
a.       Siswa bukanlah miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri sehingga metode belajar mengajar tidak boleh disamakan denagan orang dewasa.
b.      Siswa mengikuti periode-periode perkembangan tertentu dan mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya. Implimintasi terhadap pendidikan adalah bagaimana menyesuaikan proses pendidiakn itu dengan pola dan tempo, serta irama dan perkembangan siswa itu sendiri.
c.       Siswa memiliki kebutuhan dan menuntut untuk memenuhi kebutuhan itu semaksimal mungkin.
d.      Siswa memiliki perbedaan antara individu-individu dengan individu yang lain, baik perbedaan yang disebabkan faktor endogen (fitrah) maupun eksogen (lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat, minat dan lingkungan yang mempengaruhinya.
e.       Siswa dipandang sebagai kesatuan sistem manusia (cipta, rasa, karsa).
f.       Siswa merupakan objek pendidikan yang aktif dan kreatif serta produktif.
Tindakan guru pada umumnya dalam pelaksanaan ujian dan ulangan dengan memberikan penguatan dan peneguhan terhadap sikap dan perilaku mereka yang positif, dimana mereka berusaha sendiri menyelesaikan tugasnya dengan baik dan tertib. Namun bila tidak ada perilaku positif yang dapat diberikan penguatan dan peneguhan maka dibutuhkan pendekatan lain yaitu:
a.       Cuing Promping, yaitu siasat memberikan tanda, guru menyajikan suatu perangsang yang berfungsi sebagai pemberitahuan bahwa siswa diharapkan berbuat sesuatu yang sebenarnya dapat mereka lakukan, tetapi belum dilakukan.
b.      Model, yaitu guru memberikan model yang ditiru oleh siswanya.
c.       Shaping, yaitu membuat tingkah laku secara berlahan-lahan, yaitu setiap tingkah laku siswa, seperti mengatur buku, menyapa guru atau teman, cara ini memerlukan kesabaran yang sangat dari guru.
Adapun tindakan kuratif guru, berlaku bagi siswa yang sudah terbiasa dengan contek mencontek, dengan memberikan peringatan. Bentuk kongkrit dari peringatan dapat bermacam- macam, yaitu :
a.       Teguran Verbal, yaitu mendekati siswa tertentu dengan berbicara suara kecil sehingga tidak terdengar oleh teman sekelas.
b.      Mengambil suatu hal yang digemari atau disukai siswa, seperti mengikuti kegiatan tertentu atau menyerahkan benda yang dipegangnya.
c.       Mengisolasi siswa dari teman-temannya untuk waktu tidak terlalu lama, seperti memindahkannya diruang kosong atau tempat yang jarang dilalui orang.
Jadi, dari bentuk tindakan guru yang telah dipaparkan, guru dapat membantu siswanya untuk meninggalkan kebiasaan menyontek dalam ujian atau ulangan dengan berusaha melakukan berbagai hal sebagai berikut:
a.       Membentuk hubungan saling menghargai antara guru dengan siswa, serta menolong siswa bertindak jujur dan tanggung jawab.
b.      Membuat dan mendukung peraturan sehubungan dengan menyontek, karena siswa memahami peraturan dari tindakan guru.
c.       Mengembangkan kebiasaan dan keterampilan belajar yang baik dan menolong siswa merencanakan, melaksanakan cara belajar siswa.
d.      Tidak membiarkan siswa menyontek jika hal tersebut terjadi dalam kelas dengan teguran atau cara lain yang pantas dengan perbuatannya, sebagai penerapan disiplin.
e.       Bertanggung jawab merefleksikan “kebenaran dan kejujuran”, yaitu guru menjadikan diri sebagai teladan siswa dalam menanamkan nilai kebenaran dan kejujuran.
f.       Menggunakan tes subjektif sebagai dasar proses ulangan dan ujian.
g.      Menekankan “belajar” lebih sekedar mendapat nilai, yaitu membantu siswa memahami arti belajar sebagai suatu tujuan mereka sekolah dan nilai akan berarti bila murni dengan kemampuan siswa sendiri.

 BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Dalam batas-batas tertentu menyontek dapat dipahami sebagai sesuatu fenomena yang manusiawi, artinya perbuatan menyontek bisa terjadi pada setiap orangSebagai bagian dari aspek moral, maka terjadinya menyontek sangat ditentukan oleh faktor kondisional yaitu suatu situasi yang membuka peluang, mengundang, bahkan memfasilitasi perilaku menyontek. Seseorang yang memiliki nalar moral, yang tahu bahwa menyontek adalah perbuatan tercela, sangat mungkin akan melakukannya apabila ia dihadapkan kepada kondisi yang memaksa.
Menyontek adalah tindakan negatif yang mempengaruhi kinerja otak yang membuat siswa menganggap enteng pelajaran tersebut.Menyontek merupakan salah satu wujud perilaku dan ekspresi mental seseorang. Ia bukan merupakan sifat bawaan individu, tetapi sesuatu yang lebih merupakan hasil belajar atau pengaruh yang didapatkan seseorang dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Dengan demikian,menyontek lebih muatan aspek moral daripada muatan aspek psikologis.
Mencontek bukanlah salah satu bentuk solidaritas, tapi justru mencontek itu adalah bentuk dari kecurangan. Mencontek adalah suatu perbuatan atau cara-cara yang tidak jujur, curang, dan menghalalkan segala cara yang dilakukan seseorang untuk mencapai nilai yang terbaik dalam menyelesaikan tugas terutama pada ulangan atau ujian.
          Banyak hal yang menyebakan seseorang untuk berani mencontek, baik itu dorongan dari diri sendiri maupun orang lain.Dengan demikian menyontek bisa membawa dampak negatifbaik kepada individu maupun bagi masyarakat. Dampak negatif bagi individu akan terjadi apabila praktik menyontek dilakukan secara terus-menerussehingga menjurus menjadi bagian kepribadian seseorang. Selanjutnya, dampak negatif bagi masyarakat akan terjadi apabila masyarakat terlalu permisif terhadap praktik menyontek sehingga akan menjadi bagian dari kebudayaan, dimana nilai-nilai moral akan terkaburkan dalam setiap aspek kehidupan dan pranata sosial. Perbuatan mencontek memberikan dampak yang buruk bagi siswa, karena dengan mencontek siswa cenderung tidak percaya diri dan hanya mengandalkan orang lain. Selain itu kebiasaan mencontek juga menjadikan seorang siswa itu menjadi pribadi yang tidak jujur.
Mencegah menyontek tidaklah cukup dengan sekedar mengintervensi aspek kognitif seseorang, akan tetapi yang paling penting adalah penciptaan kondisi positif pada setiap faktor yang menjadi sumber terjadinya menyontek, yaitu pada faktor siswa ataumahasiwa, pada lingkungan, pada sistem evaluasi dan pada diri guruatau dosen.

 B.  Saran
Tidak munafik  jika kebiasaan mencontek sulit untuk dihilangkan. Bahkan penulis sendiri sangat sulit untuk meninggalkan kebiasaan mencontek ini. Namun kita tidak boleh hanya menyerah dengan kebiasaan buruk ini, tapi kita harus tetap berusaha menjadi manusia yang lebih baik. Jika kita memang benar-benar sulit menghilang kebiasaan ini tapi paling tidak kita dapat memeinimalisir kebiasaan mencontek ini. Tumbuhkan rasa percaya diri dengan merasa puas akan hasil kerja sendiri. Mengubah kebiasaan. Mungkin pada awalnya memang bukan hal gampang, tetapi jika kita memang meniatkan dalam hati pasti bisa dilakukan. Bukan hal yang mustahil kebiasaan ini untuk dihilangkan, jika tekat dan niat kita sungguh-sungguh maka tidak mungkin jika tidak dapat meninggalkan kebiasaan ini.
Setiap orang berpotensi untuk melakukan menyontek dan gejala kecenderungan semakin maraknya praktik menyontek di dunia pendidikan, maka perlu segera dilakukan review atau reformulasi sistem atau cara pengujian, penyelenggaraan tes yang berlangsung selama ini baik yang diselenggarakan secara massal oleh suatu badan atau kepanitiaan maupun yang diselenggarakan secara individual oleh setiap guru atau dosen.

Banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai seorang pendidik untuk menghilangkan kebiasaan mencontek ini. Misalnya saja dengan memberikan motivasi pada para peserta didik kita, sehingga mereka dapat menjadi anak yang jujur dan percaya diri sehingga mereka dapat yakin dengan mereka sendiri. Memberikan tes lisan juga merupakan cara yang efektif, karena dengan lisan ini akan meminimalisir berbagai tindakan kecurangan. Adanya kesepakatan dan kerjasama dari berbagai pihak juga sangat penting, karena jika hanya satu pihak saja yang mendukung tapi pihak lain bertentangan maka tidak akan muncul kesepakatan. Dan tentunya juga harus didukung dengan kejujuran dari semua pihak. Peran Orang Tua, Peran Teman, Peran Guru dan Sekolah, Kesadaran Diri.