KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong
hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan
Dia mungkin penulis tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik, yang kami
sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penulis maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Pelaksanaan Sistem Pemerintah Negara Indonesia”, sengaja dipilih untuk meningkatkan pengetahuan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Guru pengajar yang telah banyak membantu penulis agar dapat menyelesaikan makalah ini dengan arahannya.
Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun
makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan
kritiknya. Terima kasih.
Nanga Pinoh, September 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang........................................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah....................................................................................................................... 1
C.
Tujuan
Penulisan......................................................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Pelaksanaan Sistem Pemerintah di Indonesia................................................................ 1
B.
Lembaga –
Lembaga Negara dan Kewenangannya................................................................... 3
C.
Sistem
Konstitusional Check and Balance Menurut UU 19456................................................ 6
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................................................. 8
B.
Saran........................................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................... 9
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sistem
pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara
itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem
pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem
pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi
statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis,
absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum
minoritas untuk memprotes hal tersebut.
Secara
luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga
tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan,
menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem
pemerintahan yang kontiniu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut
turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini
hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara
menyeluruh.
Secara sempit,Sistem pemerintahan hanya sebagai
sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan
negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun
radikal dari rakyatnya itu sendiri. Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut, maka penulis memberi judul“ SISTEM
PEMERINTAHAN INDONESIA‘’.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
sejarah pelaksanaan sistem pemerintah di Indonesia ?
2.
Apa saja
lembaga dan wewenangannya sistem pemerintah di Indonesia ?
3.
Bagaimana
sistem konstitusional check and balances menurut UUD 1945 ?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui
pelaksanaan sistem pemerintah di Indonesia dari tahun ke tahun
2.
Mengetahui
lembaga dan wewenang sistem pemerintahan di Indonesia.
3.
Untuk
mengetahui sistem konstitusional check and balances menurut UUD 1945
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Pelaksanaan Sistem Pemerintah di Indonesia
Dari segi sejarah sistem
pemerintahan yang berlaku di masa ini adalah sistem pemerintahan presidensil,
namun terhitung sejak tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala
pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir, dengan kata lain sistem
pemerintahannya pun berubah ke parlementer. Alasan politis untuk mengubah
sistem pemerintahan dari Presidensiil menjadi Parlementer dipicu karena
seminggu sebelum perubahan pemerintahan itu, Den Haag mengumumkan dasar
rencananya. Soekarno menolak hal ini sedangkan Sjahrir mengumumkan pada tanggal
4 Desember 1945 bahwa pemerintahnya menerima tawaran ini dengan syarat
pengakuan Belanda atas Republik Indonesia.
1.
Sistem Pemerintahan
Indonesia Tahun 1949-1950
Pada masa ini sistem pemerintahan
indonesia adalah sistem pemerintahan parlementer, yang meganut Sistem multi
partai. Didasarkan pada konstitusi RIS, pemerintahan yang diterapkan saat itu
adalah sistem parlementer kabinet semu (Quasy Parlementary). Perlu diketahui
bahwa Sistem Pemerintahan yang dianut pada masa konstitusi RIS bukanlah cabinet
parlementer murni karena dalam sistem parlementer murni, parlemen mempunyai
kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan pemerintah.
Diadakannya perubahan bentuk negara
kesatuan RI menjadi negara serikat ini adalah merupakan konsekuensi sebagai
diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Perubahan ini dituangkan dalam
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Hal ini karena adanya campur
tangan dari PBB yang memfasilitasinya.
Wujud dari campur tangan PBB tersebut
adanya konfrensi di atas yaitu : - Indonesia merupakan Negara bagian RIS -
Indonesia RIS yang di maksud Sumatera dan Jawa - Wilayah diperkecil dan
Indonesia di dalamnya - RIS mempunyai kedudukan yang sama dengan Belanda - Indonesia
adalah bagian dari RIS yang meliputi Jawa, Sumatera dan Indonesia Timur.
Antara 1950 – 1959 Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer yang dalam waktu 4 tahun telah terjadi 33 kali pergantian kabinet (Feith, 1962 dan Feith, 1999). Setelah unitary dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut sistem Demokrasi Liberal dimana dalam sistem ini pemerintahan berbentuk parlementer sehingga perdana menteri langsung bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang terdiri dari kekuatan-kekuatan partai. Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri dari Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17 kursi), PKI (13 kursi), Partai Katholik (9 kursi), Partai Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi), sedangkan sisa kursi dibagikan kepada partai-partai atau perorangan, yang tak satupun dari mereka mendapat lebih dari 17 kursi. Ini merupakan suatu struktur yang tidak menopang suatu pemerintahan-pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian tersebut akan disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan.
Antara 1950 – 1959 Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer yang dalam waktu 4 tahun telah terjadi 33 kali pergantian kabinet (Feith, 1962 dan Feith, 1999). Setelah unitary dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut sistem Demokrasi Liberal dimana dalam sistem ini pemerintahan berbentuk parlementer sehingga perdana menteri langsung bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang terdiri dari kekuatan-kekuatan partai. Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri dari Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17 kursi), PKI (13 kursi), Partai Katholik (9 kursi), Partai Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi), sedangkan sisa kursi dibagikan kepada partai-partai atau perorangan, yang tak satupun dari mereka mendapat lebih dari 17 kursi. Ini merupakan suatu struktur yang tidak menopang suatu pemerintahan-pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian tersebut akan disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan.
Setelah pembentukan NKRI diadakanlah
berbagai usaha untuk menyusun Undang-Undang Dasar baru dengan membentuk Lembaga
Konstituante. Lembaga Konstituante adalah lembaga yang diserahi tugas untuk
membentuk UUD baru. Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar
yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga
bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang
Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada
UUD 1945.
2.
Sistem Pemerintahan
Indonesia Tahun 1959-1966
Sebagaimana dibentuknya sebuah badan
konstituante yang bertugas membuat dan menyusun Undang Undang Dasar baru
seperti yang diamanatkan UUDS 1950 pada tahun 1950, namun sampai akhir tahun
1959, badan ini belum juga berhasil merumuskan Undang Undang Dasar yang baru,
hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959. Bung
Karno dengan dukungan Angkatan Darat, mengumumkan dekrit 5 Juli 1959. Isinya;
membubarkan Badan Konstituante dan kembali ke UUD 1945. Sejak 1959 sampai 1966,
Bung Karno memerintah dengan dekrit, menafikan Pemilu dan mengangkat dirinya
sebagai presiden seumur hidup, serta membentuk MPRS dan DPRS. Sistem yang
diberlakukan pada masa ini adalah sistem pemerintahan presidensil.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit
yang mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya UUD 1945. Masa
sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin. Isinya ialah:
a. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
a. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
b. Pembubaran Konstituante
c. Pembentukan MPRS dan DPAS
Orde baru pimpinan
Soeharto lahir dengan tekad untuk melakukan koreksi terpimpin pada era orde
lama. Namun lama kelamaan banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Soeharto
mundur pada 21 Mei 1998. Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk
masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara
berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pada dasarnya
sistem yang diberlakukan pada masa ini adalah sistem pemerintahan presidensil.
Dalam masa ini, DPR berada di bawah kontrol eksekutif. Kekuasaan presiden yang
terlalu besar dianggap telah mematikan proses demokratisasi dalam bernegara.
DPR sebagai lembaga legislatif yang diharapkan mampu menjalankan fungsi
penyeimbang (checks and balances) dalam prakteknya hanya sebagai pelengkap dan
penghias struktur ketatanegaraan yang ditujukan hanya untuk memperkuat posisi
presiden yang saat itu dipegang oleh Soeharto.
3. Sistem Pemerintahan
Indonesia Tahun 1998-sekarang
Masa ini merupakan masa dimana telah
berakhrirnya rezim orde baru dan dimulainya masa reformasi. Pasca orde baru UUD
1945 telah diamandemen sebanyak empat kali. Sejak 2002, dengan berlakunya UUD
hasil amandemen keempat, berlaku sistem presidensial. Posisi MPR sebagai
pemegang kedaulatan negara tertinggi dan sebagai perwujudan dari rakyat
dihapus, dan badan legislatif ditetapkan menjadi badan bi-kameral dengan kekuasaan
yang lebih besar (stong legislative). UUD 2002 hasil amandemen bahkan telah
menimbulkan kompleksitas baru dalam hubungan eksekutif dan legislative, bila
presiden yang dipilih langsung dan mendapat dukungan popular yang besar tidak
mampu menjalankan pemerintahannya secara efektif karena tidak mendapat dukungan
penuh dari koalisi partai-partai mayoritas di DPR. Political gridlocks semacam
itu telah diperkirakan dan karenanya ingin dihindari oleh para perancang UUD
1945, hampir 6 dekade yang lalu, sehingga akhirnya tidak memilih sistem
presidensial sebagai sistem pemerintahan untuk negara Indonesia yang baru
merdeka. (Setneng RI, 1998 dan Kusuma, FH-UI, 2004). Setelah MPR mengesahkan
amandemen ketiga dan keempat UUD 1945, sistem pemerintahan negara Indonesia berubah
menjadi sistem presidensial. Perubahan tersebut ditetapkan dengan Pasal 1 ayat
(2) UUD baru. MPR tidak lagi merupakan perwujudan dari rakyat dan bukan locus
of power, lembaga pemegang kedaulatan negara tertinggi. Pasal 6A ayat (1)
menetapkan “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat”. Dua pasal tersebut menunjukkan karakteristik sistem
presidensial yang jelas berbeda dengan staats fundamental norm yang tercantum
dalam Pembukaan dan diuraikan lebih lanjut dalam Penjelasan UUD 1945.
Pelaksanaan demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak memberikan
ruang gerak pada parpol maupun DPR untuk mengawasi pemerintah secara kritis dan
dibenarkan untuk unjuk rasa. Sistem Pemerintahan setelah amandemen (1999 – 2002)
:
§ MPR bukan lembaga tertinggi lagi.
§ Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih
oleh rakyat.
§ Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
§ Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
§ Kekuasaan Legislatif lebih dominan.
B.
Lembaga
– Lembaga Negara dan Wewenangnya
1. MPR
Wewenang MPR berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD
Tahun 1945 adalah:
§ mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;
§ melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;
§ memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
menurut Undang-Undang Dasar;
§ memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden apabila
terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya;
§ memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara
bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua pasangan calon Presiden dan calon
Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik
yang pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presidennya meraih suara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa
jabatannya.
2. DPR
DPR adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk UU. DPR
mempunyai fungsi legislasi anggaran, dan pengawasan. Diantara tugas dan
wewenang DPR adalah ;
§ Membentuk UU yang dibahas dengan presiden untuk mendapat persetujuan
bersama.
§ Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti UU.
§ Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan
bidang tertentu dan menginstruksikannya dalam pembahasan.
§ Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
§ Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan
pemerintah.
§ Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban
keuanagan negara yang disampaikan oleh BPK.
§ Memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan perang, membuat
perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
§ Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi rakyat.
Dalam menjalankan fungsinya, anggota DPR memiliki hak
interpelasi, yakni hak meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan
pemerintah yang berdampak kepada kehidupan bermasyarakat da bernegara. Dan DPR
juga memilik hak angket, yakni melakukan penyelidikan terhadap kebijakan
pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang undangan. Dan
menyatakan pendapat diluar institusi, anggota DPR juga memilikimhak mengajukan
RUU, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, membela diri, hak
imunitas, serta hak protokoler.
3. DPD (Dewan Perwakilan Daerah
DPD (Dewan Perwakilan Daerah) merupakan lembaga yang baru dalam sistem
ketatanegaraan RI. Sebelumnya lembaga ini tidak ada. Setelah UUD 1945 mengalami
amandemen lembaga ini tercantum, yakni dalam Bab VII pasal 22 C dan pasal 22 D.
Anggota DPD ada dalam setiap provinsi, dipilih langsung oleh rakyat melalui
Pemilu (lihat kembali Bab Pemilu). Anggota DPD ini bukan berasal dari partai politik,
melainkan dari organisasi-organisasi kemasyarakatan.
Menurut pasal 22 D UUD 1945, DPD memiliki tugas dan wewenang sebagai
berikut.
§ Mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR yang berkaitan dengan
otonomidaerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, serta
penggabungan
§ daerah, pengelolaan sumber daya alam atau sumber ekonomi lainnya, juga yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat daerah.
§ Memberi pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang APBN dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
§ Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan mengenai hal-hal di atas tadi,
serta menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR untuk ditindaklanjuti. DPD
ini bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
4. Presiden
Masa jabatan Presiden (juga Wakil Presiden) adalah lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama dalam satu masa
jabatan saja (pasal 7 UUD 1945 hasil amendemen).
Kedudukan presiden meliputi dua macam, yakni:
Kedudukan presiden meliputi dua macam, yakni:
§ Presiden sebagai Kepala Negara
Sebagai kepala negara,
Presiden mempunyai wewenang dan kekuasaan sebagai berikut.
a. Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara (pasal 10 UUD 1945).
b. Menyatakan perang, membuat perjanjian dan perdamaian dengan negara lain
dengan persetujuan DPR (pasal 11 UUD 1945).
c. Menyatakan negara dalam keadaan bahaya (pasal 12 UUD 1945).
d. Mengangkat duta dan konsul.
e. Memberi grasi, amnesti, dan rehabilitasi.
f. Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan.
§ Presiden sebagai Kepala Pemerintahan.
Sebagai kepala pemerintahan Presiden mempunyai wewenang dan kekuasaan
sebagai berikut.
a. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
b. Mengajukan RUU (Rancangan Undang-Undang) kepada DPR.
c. Menetapkan PP (Peraturan Pemerintah) untuk menjalankan undang-undang.
d. Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri.
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Sesuai dengan fungsinya sebagai badan pemeriksa keuangan, BPK pada pokoknya
lebih dekat menjalankan fungsi parlemen, karena itu hubungan kerja BPK dan
parlemen sangatlah erat. Bahkan BPK bisa dikatakan mitra kerja yang erat
bagi DPR, terutama dalam mengawasi kinerja pemerintahan yang berkenaan dengan
soal keuangan, dan kekayaan negara. BPK adalah lembaga negara yanag mempunyai
wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD
1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. BPK mempunyai tugas dan
wewenang yang sangat strategis, karena menyangkut aspek yang berkaitan dengan
sumber dan penggunaan anggaran serata keuangan negara yaitu :
a. Memeriksa tanggung jawab keuangan negara dan memberitahukan hasil
pemeriksaan kepada DPR, DPRD, dan DPD.
b. Memeriksa semua pelaksanaan APBN.
c. Memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara.
Dari tugas dan wewenang tersebut, BPK mempunyai tiga
fungsi pokok, yakni :
a. Fungsi Operatif : yaitu melakukan pemeriksaan , pengawasan, dan penelitian atas
penguasaan dan pengurusan keuanga negara.
b. Fungsi Yudikatif : yaitu melakukan tuntutan perbendeharaan dan tuntutan ganti rugi
terhadap pegawai negeri yang perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan
kewajibannya, serta menimbulkan kerugian bagi negara.
c. Fungsi Rekomendatif : yaitu memberikan pertimbangan kepada
pemerintah tentang pengurusan keuangan negara.
6.
Mahkamah Agung
Perubahan ketentuan
yang mengatur tentang tugas dan wewenang Mahkamah Agung dalam Undang-Undang
Dasar dilakukan atas pertimbangan untuk memberikan jaminan konstitusional yang
lebih kuat terhadap kewenangan dan kinerja MA. Sesuai dengan ketentuan Pasal
24A ayat (1), MA mempunyai tugas dan wewenang:
a. mengadili pada tingkat kasasi;
b. menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang
c. wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
7.
Mahkamah Konstitusi
Perubahan UUD 1945 juga
melahirkan sebuah lembaga negara baru di bidang kekuasaan kehakiman, yaitu
Mahkamah Konstitusi dengan wewenang sebagai berikut:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar;
c. memutus pembubaran partai politik;
d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Lembaga ini merupakan bagian kekuasaan kehakiman yang mempunyai peranan
penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai
dengan tugas dan kewenangannya sebagaimana yang ditentukan dalam UUD 1945.
Pembentukan Mahkamah Konstitusi adalah sejalan dengan dianutnya paham negara
hukum dalam UUD
1945. Dalam negara hukum harus dijaga paham konstitusional.Artinya, tidak boleh ada undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
1945. Dalam negara hukum harus dijaga paham konstitusional.Artinya, tidak boleh ada undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Hal itu sesuai dengan penegasan bahwa Undang-Undang Dasar sebagai puncak
dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pengujian
undang-undang terhadap UUD 1945 membutuhkan sebuah mahkamah dalam rangka
menjaga prinsip konstitusionalitas hukum.
8. Komisi Yudisial (KY)
Komisi Yudisial (KY) adalah lembaga negara yang bersifat mandiri dan
dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan
lainnnya. Dibentuknya komisi yudisial dalam struktur kehakiman di Indonesia,
dalah agar warga masyarakat diluar lembaga struktur resmi lembaga parlemen
dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan , penilaian kinerja, dan
kemungkinan pemberhentian hakim. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga dan
menegakkan kehormatan , keluhuran martabat, serta prilaku hakim dalam rangka
mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Dalam
menjalankan tugasnya komisi yudisial melakukan pengawasan terhadap :
a.
Hakim Agung dan
Mahkamah Agung.
b.
Hakim pada badan
peradilan disemua lingkungan peradilan yang berada dibawah mahkamah agung,
seperti peradilan umum,agama, militer, dan badan peradilan lainnya.
c.
Hakim Mahkamah
Konstitusi.
C.
Sistem
Konstitusional Check and Balances Menurut UUD 1945
Didalam konstitusi negara republik Indonesia (UUD 1945) telah mengatur
tentang sistem checks and balances antara lembaga-lembaga negara baik
itu lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Dalam melaksanakan uji
materi atau judicial review, yakni menentukan apakah isi suatu peraturan
baik itu Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden
(Perpres), Peraturan Daerah (Perda) dan aturan lainnya yang diatur dalam
undang-undang, sudah sesuai atau tidak dengan peraturan perundang-undangan yang
ada diatasnya. Oleh sebab itu yang diuji ialah substansi suatu Peraturan
Perundang-Undangan, hak inilah yang disebut dengan uji materi.
Lembaga yang mengawal dan menjaga konstitusi secara yuridis formal,
biasanya mempunyai hak menguji secara material undang-undang, yakni menguji
suatu undang-undang apakah bertantangan dengan peraturan yang lebih tinggi
yaitu UUD atau tidak. Fungsi dasar institusi tersebut, adalah untuk menjaga dan
mengawasi agar suatu peraturan yaitu undang-undang tidak sampai melebihi atau
bahkan mengurangi ketentuan yang ada pada UUD, selain itu juga agar tidak
sampai terjadi penyimpangan terhadap UUD oleh si pembuat undang-undang atau
peraturan lainnya. Dalam sistematika ketatanegaraan RI hak tersebut diatas
hanya dimiliki oleh mahkamah konstitusi, dan bukan oleh MA (Mahkamah Agung) RI.
Beda halnya dengan Mahkamah Agung, mahkamah ini hanya diberikan wewenang
yang boleh dikatakan terbatas karena hanya menguji peraturan yang ada dibawah
undang-undang. Dengan kata lain, mahkamah agung hanya mempunyai kewenangan
untuk menetapkan sah atau tidaknya suatu peraturan dibawah undang-undang,
dengan suatu asumsi bahwa bertentangan dengan peraturan perundang-undang yang
lebih tinggi derajatnya.
Separation of Power dengan system check and balances setelah amandemen
dilakukan terhadap UUD 1945, maka ada kecendrungan sistem yang digunakan dalam
hubungan antar lembaga negara adalah faham pemisahan kekuasaan berdasarkan
prinsip check and balances.Dalam sistem check and balances lembaga-lembaga
negara diakui sedrajat. Tidak ada lembaga negra yang sifatnya superior
sebagaimana kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat dulu. Lembaga-lembaga
Negara seperti MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA dan MK memiliki kedudukan yang
sederajat, tidak ada yang berkedudukan lebih tinggi dari yang lain, namun pada
prinsipnya lembaga-lembaga Negara saling mengawasi dan mengendalikan satu sama
lain. Inilah inti dari ajaran check and balances.
Praktek pemisahan kekuasaan dengan prinsip Check and Balances di Indonesia
dapat dilihat dari uraian berikut :
·
Kekuasaan legislatif dipegang oleh DPR,
namun demikian Presiden dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR,
bahkan kenyataan menunjukkan sebagian besar UU yang dibahas di DPR berasal dari
Pemerintah.
·
Pembentukan UU harus mendapatkan
persetujuan bersama antara DPR dan Pemerintah.
·
DPD juga diberikan kewenangan untuk ikut
membahas UU dan mengajukan RUU.
·
Dalam hal RUU yang telah disetujui
bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak
rancangan undang-undang tersebut disetujui, maka rancangan undang-undang
tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
·
Dalam kondisi kegentingan yang memaksa,
Presiden dapat membentuk Perppu kekudukannya setingkat dengan UU, meskipun
dalam persidangan yang berikutnya harus dibahas dalam DPR, apakah disetujui
atau tidak menjadi UU.
·
DPR dan DPD (berkaitan dengan UU khusus)
bertugas mengawasi jalannya pemerintahan.
·
Dianutnya sistem presidensiil murni
mengakibatkan Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen, begitu juga
sebaliknya Presiden juga tidak dapat membubarkan Parlemen.
·
Namun demikian, dalam hal Presiden
melakukan Tindak Pidana berat, Pengkhianatan terhadap negara maupun tindakan
yang bertentangan dengan norma kesusilaan dan tidak cakap lagi, maka Ia dapat
diberhentikan memalui prosedur Impeachment oleh MPR atas usul DPR, dengan
sebelumnya melewati pengadilan forum previlegiantium di Mahkamah Konstitusi.
·
Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenagan
untuk menguji UU (produk hukum yang dibuat DPR) terhadap UUD 45 dan MA dapat
menguji peraturan perundang-undanagan dibawah UU (produk hukum pemerintah
(executive act) terhadap UU dan keduanya dapat menyatakan suatu peraturan tidak
memiliki kekuatan hukum manakala permohonan pengujian dikabulkan.
·
Presiden dapat membuat perjanjian dengan
negara lain, akan tetapi agar perjajian tersebut berlaku sebagai hukum
nasional, maka harus ditetapkan dengan UU (hanya khusus perjanjian tertentu).
Kesimpulannya Sebelum Amandemen UUD 45 Indonesia menganut ajaran pembagian
kekuasaan, sedang setelah amandemen Indonesia memiliki kecenderungan menganut
pemisahan kekuasaan dengan sistem check and balances. Dalam sistem check and
balances lembaga-lembaga negara diakui sederajat. Tidak ada lembaga negara yang
sifatnya superior sebagaimana kedudukan MPR dulu. Lembaga-lembaga Negara
memiliki kedudukan yang sederajat, tidak ada yang berkedudukan lebih tinggi
dari yang lain, namun pada prinsipnya lembaga-lembaga negara tersebut saling
mengawasi dan mengendalikan satu sama lain. Sistem check and balances
dilembagakan agar mampu mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya
lembaga-lembaga yang bekerja dan berjalan saling berhubungan satu sama lain
menuju tercapainya tujuan penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga negara dalam
suatu sistem politik meliputi empat institusi pokok, yaitu eksekutif,
birokratif, legislatif, dan yudikatif. Selain itu, terdapat lembaga lain atau unsur
lain seperti parlemen, pemilu, dan dewan menteri.
Pembagian sistem pemerintahan negara secara
modern terbagi dua, yaitu presidensial dan ministerial (parlemen). Pembagian
sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan
antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Dalam sistem parlementer, badan
eksekutif mendapat pengwasan langsung dari legislatif. Sebaliknya, apabila
badan eksekutif berada diluar pengawasan legislatif maka sistem pemerintahannya
adalah presidensial.
Dalam sistem pemerintahan negara republik,
lebaga-lembaga negara itu berjalan sesuai dengan mekanisme demokratis,
sedangkan dalam sistem pemerintahan negara monarki, lembaga itu bekerja sesuai
dengan prinsip-prinsip yang berbeda.
B.
Saran
Sudah saatnya, kita bersama-sama
bergerak untuk mencapai demokrasi yang telah dicita-citakan oleh para
pemimpin-pemimpin dan tokoh-tokoh Indonesia. Unsur-unsur demokrasi yang kadang
menjadi akar permasalahan harus bisa diselesaikan dan diperbaiki, karena konsep
demokrasi bukan hak paten yang tidak bisa dirubah. Ia harus bersifat
dinamis dan bisa mengikuti kultur sosial- politik-budaya Negara yang
menggunakannya sebagai asas Negara. Usaha perubahan tersebutsebenarnya telah
sering dilakukan dan sayangnya malah menjadi ancaman bukan kenyamanan. Rakyat
perlu diperkuat kembali bahwa mereka bukan alat kekuasaan yang dengan mudah
diatur kesana ke mari. Elit penguasa dan rakyat harus bisa bekerja sama selama
tujuan demokrasi menjadi patokan
utama bernegara yang baik.
DAFTAR
PUSTAKA
http://aprileopgsd.wordpress.com/tag/makalah-sistem-pemerintahan-di-indonesia/
No comments :
Post a Comment