iklan

Sunday, 27 April 2014

membuat Indonesia terpecah belah

MEMBUAT INDONESIA TERPECAH BELAH

Ada 5 faktor besar yang menjadi penyebab terpecah belahnya suatu bangsa yakni Ketidakpedulian, Ketidakmampuan, Kerakusan, Praktek Pembodohan dan Gerakan Penghancuran. Dampak dari kelima faktor tersebut merupakan bias sehingga secara otomatis memunculkan kejahatan Korupsi, Narkotika, Teroris, dan sebagainya.
Anehnya, mayoritas rakyat Indonesia terkesan selalu mampu dibuat ‘Tertidur’ dan ‘Terbius’ dengan stigma SARA (Suku, Agama, Ras, & Antargolongan) yang memiliki efek hukum nyata, sehingga tak mampu berbuat banyak dalam aspek gerakan rakyat.
Kompleksitas faktor-faktor penghancur bangsa yang memiliki sebab-akibat itu justru sering dimanfaatkan oleh para tokoh dan oknum-oknum pejabat bermental bobrok dengan berkonspirasi bersama para mafia dan konglomerat hitam dalam hal memanfaatkan moment Korupsi yang menggurita.
Selama ini faktor penyebab kehancuran bangsa itu tidak pernah terpikirkan oleh para aktor pemain di birokrasi Indonesia, bahkan fenomena Ketidakpedulian, Ketidakmampuan, Kerakusan, Praktek Pembodohan dan Gerakan Penghancuran mulai mengalir di tubuh sejumlah Anggota Dewan, Kejaksaan, Kepolisian, Kehakiman, para Tokoh Politik dan Pejabat lainnya.
Fenomena yang belakangan ini muncul, malah banyak tokoh dan pejabat tersebut di atas hanya selalu memikirkan kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Ekspektasi masyarakat awam untuk Indonesia sejahtera selalu hanya menjadi angan-angan belaka, apalagi ketika melihat eskalasi politik di negeri ini yang mulai meruncing dan penuh gonjang-ganjing.
Para tokoh itu terkesan tidak pernah berniat tulus untuk memikirkan kepentingan rakyat banyak, tapi hanya terlena dengan kepentingan duniawi. Banyak tokoh dan pejabat hanya memikirkan keuntungan dan berupaya memperkaya diri sendiri sebanyak-banyaknya.
Padahal, kondisi dan penderitaan rakyat Indonesia sebagai pemilik negeri yang kaya raya ini mulai menjerit akibat krisis multi dimensi akibat ulah kotor dari sejumlah elit negeri ini yang dimulai dari masa pemerintahan atau rezim Soeharto yang dikenal cukup bersensasi itu.
Akibat penataan pemerintahan yang sejak duhulu dinilai salah urus ini sehingga dampak globalnya kini dirasakan saat ini oleh seluruh rakyat Indonesia. Tahukah kita kalau saat ini Indonesia memiliki hutang sebesar Rp166,67 Triliun??? Hutang itu harus dibayar dan kita tanggung bersama.
Bayangkan saja, akibat hutang yang sangat luar biasa tersebut, maka mulai dari anak dan cucu kita yang begitu dilahirkan wajib dan harus langsung ikut membayar beban hutang tersebut.
Mengapa hutang Indonesia bisa mencapai Rp166,67 Triliun??? Dan hutang ini diyakini bakal terus bertambah lagi. Padahal tak dapat dipungkiri Indonesia dikenal sebagai negara super kaya, kaya akan sumber daya alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) nya.
Pertanyaannya, kemana saja hasil kekayaan SDA dan SDM bangsa dan negara Indonesia selama ini??? Siapa saja yang telah menyelewengkan dan menggerogoti uang rakyat itu???
Sekedar ilustrasi, bila bangsa ini tidak memiliki hutang kepada negara lain dan lembaga asing, maka tidak akan ada orang miskin, gelandangan, pengemis, tukang bangunan, tukang becak, dan tidak akan ada rumah gubuk, kelaparan, serta tidak akan ada perampokan, dan pencurian.
Bagaimana orang bisa miskin kalau negaranya menjamin kehidupannya, bagaimana bisa ada gelandangan, pengemis, tukang, rumah gubuk, kelaparan, perampokan, dan pencurian kalau negara bertanggungjawab penuh dan melaksanakan dengan seutuhnya Pasal 33 UUD 1945???
Sejak masa pemerintahan mantan presiden Soeharto, negeri ini sudah ditata dengan managemen yang salah kaprah, di era orde baru itu korupsi merajalela. Oligarki Soeharto yang dikenal korup itu membuat sebahagian besar rakyat akhirnya mulai menaruh rasa benci.
Di era Soeharto, negara Indonesia mengalami krisis keuangan yang begitu terasa, hal ini diyakini disebabkan karena di zaman pemerintahan Soeharto itu para mafia dan konglomerat hitam tumbuh subur ibarat jamur di musim penghujan.
Di tahun keempat masa pemerintahannya, Soeharto tidak melakukan prinsip Rule of Law, masa ini kondisi bangsa ini mulai diguncang krisis, sehingga dimana-mana kredibelitas Soeharto mulai menjadi bahan perbincangan miring soal pemerintahannya bersifat Oligarki, Nekolim, Neolib dan Nepotisme itu.
Begitu juga dengan suara Golkar sebagai partai pendukungnya mulai merosot tajam, Soeharto saat itu dituding telah melakukan sistim kerajaan partai (imperialisme partai) dengan terkesan memaksakan dirinya untuk terus tetap dipilih sebagai orang nomor satu di Indonesia.
Semua itu ternyata mampu termanifestasikan secara baik, dengan terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden pada periode berikutnya. Namun masa periode berikutnya itu suasana di dalam negeri mulai goyang. Rakyat yang mulai tak betah dengan situasi politik dan krisis ekonomi mulai secara terang-terangan melawan.
Demonstrasi rakyat mulai terjadi di sejumlah daerah, dan puncaknya terjadinya peristiwa berdarah Mei 1998. Soeharto ditumbangkan rakyat dan cara-cara menyedihkan. Sehingga jatuhlah rezim Soeharto, dan pucuk pemerintahan di negeri ini secara berturut-turut digantikan oleh BJ Habibie, Gusdur dan Megawati Soekarnoputri, serta kini Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).
BJ Habibie, Gusdur, Megawati Soekarnoputri, dan SBY hanyalah menjadi sebuah sosok yang harus bekerja ektra keras untuk menata kembali pemerintahan yang sudah lama menjadi Bom Waktu akibat hutang negara yang ditinggalkan rezim Soeharto itu.
Namun, seharusnya bila pemimpin negeri setelah tumbangnya rezim Soeharto mampu berbuat banyak, maka Indonesia mampu pula terlepas dari lilitan hutang yang besar itu, dan tidak ketinggalan dengan negara tetangga Malaysia maupun Singapura yang saat ini jauh lebih baik dan maju.
Siapa yang salah dan telah memilih para pemimpin korup dan rakus itu?? Aku, Kau, Kita ataukah Dia??? Namun, tak usah lah kita saling menyalahkan. Biarlah yang lalu menjadi sebuah mimpi buruk.
Tidak ada istilah terlambat bila kita sejak saat ini dan ke depan tidak diam, tidak membisu, tidak takut, tidak mau dibodoh-bodohi secara terus-menerus oleh kekuasaan absolut yang merajalela itu.
Karena meskipun hutang Indonesia besar, kita masih bisa membangun negeri ini menjadi sebuah negara besar dan berjaya di masa mendatang, asalkan kita semua mau bergandengan tangan untuk Indonesia yang jauh lebih baik.

Bila para tokoh, para elit dan segenap bangsa Indonesia lainya sadar dan sadar, maka mari kita tanamkan jiwa nasionalisme demi masa depan bangsa dan generasi muda ke depan. Buanglah sifat Egosentris, Ambisius, dan Kepentingan Kelompok.

No comments :

Post a Comment