iklan

Saturday, 8 November 2014

bughat

HUKUM ISLAM TENTANG BUGHAT BESERTA HIKMAHNYA

1.      Pengertian dan Hukum Bughat
Kata bughat adalah bentukan  dari fi’il (   بَغَى-يَبْغِى) yang berarti mencari, maksiat, melampuai batas, berpaling dari kebenaran, dhalim.
Sedangkan menurut istilah syara’ bughat berarti orang-orang yang menentang imam dengan jalan keluar dari pimpinannya dan menolak kewajiban yang dibebankan kepadanya dan mereka mempunyai alas an , pengikut dan kekuatanserta ada imamnya tersendiri.
Dari pengertian tersebut sekelompok orang dikatakan bughat jika memenuhi syarat sebagai berikut:
a.    Memiliki kekuatan untuk melawan.
b.    Mereka menyatakan keluar dan tidak mau memenuhi kewajiban yang dibebankan kepada mereka.
c.    Memiliki alasan mengapa mereka keluar dari imam.
d.   Mereka memiliki pengikut.
e.    Mereka memiliki pemimpin sendiri yang ditaati.
Jika orang-orang yang membangkang itu tidak taat pada imam, dan telah memenuhi syarat dikatakan pembangkang maka ia dikatakan sebagai kelompok yang dzalim dan telah keluar dari jamaah pada hal mentaati pemimpin itu diperintahkan oleh  Allah swt. Segaraimana  firmanNya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisa' 59)
Hukum bughat adalah haram, dan dapat diperangi sampai mereka kembali taat. sesuai dengan firman Allah SWT :
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah antara keduanya.  Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah) maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Hujurat: 9).

Sementara dalil al-Sunnah terhadap perbuatan Bughah. Antaranya adalah seperti berikut;
- Maksudnya: Daripada Abdullah bin Umar bahawa Rasulullah S.A.W pernah bersabda: “Barangsiapa yang telah berbaiah kepada seorang pemimpin, dan telah menghulurkan tangan dan hatinya (memberi baiah atau kesetiaan) kepadanya, maka hendaklah dia mentaatinya selagi termampu. Sekiranya datang seorang lain yang cuba menentangnya (memerangi pemimpin yang dibaiah itu) maka pancunglah kepala penentangnya itu.”
(Riwayat al-Bukhari dan Muslim)


2.      Tindakan Terhadap Bughat
Pelaku bughat wajib diupayakan agar mereka kembali taat kepada imam. Usaha mengajak mereka kembali taat dilakukan dengan cara bertahap, yaitu
a.    Mengirim utusan kepada mereka untuk mengetahui sebab-sebab mereka melakukan pemberontakan. Apabila sebab-sebab itu ternyata berupa ketidaktauan, maka diusahakan agar mereka jadi mengerti.
b.    Jika tindakan pertama tidak berhasil dan mereka tetap bertahan dengan pendapat mereka, tindakan selanjutnya adalah menasehati mereka dan mengajak untuk kembali mentaati imam yang syah.
c.    Jika usaha kedua itupun tidak berhasil, maka tindakan ketiga adalah memberikan ultimatum atau ancaman.
d.   Jika dengan ketiga tersebut meraka masih tetap tidak mau kembali taat, tindakan terakhir adalah memerangi mereka sampai sadar dan kembali taat.
Agar ada perbedaan antara perang dengan orang kafir dan kelompok kaum muslimin yang membangkang pemerintah , maka tawanan-tawanan kaum pembangkang tidak boleh dibunuh, tetapi hanya ditahan saja sampai mereka kembali insyaf. Harta mereka yang sudah terlanjur dirampas tidak boleh dijadikan sebagai barang rampasan, tetapi jika sudah insyaf harus dikembalikan lagi. Demikian juga mereka yang tertawan dalam keadaan luka-luka harus dirawat. Dalam keadaan perang jika mereka telah mengundurkan diri tidak boleh dikejar.


3.      Hikmah Dilarangnya Bughah
a.    Agar umat Islam hanya ada satu komando yaitu imam yang sah.
b.    Menyadarkan betapa pentingnya persatuan dan kesatuan
c.    Mengingatkan  agar senantiasa mengamalkan perintah Allah swt. khususnya taat kepada imam yang sah.
d.   Mengingatkan bahwa perbedaan dalam satu kelompok adalah rahmat asal tidak terjadi percekcokan dan permusuhan.

4.    Syarat Untuk Membasmi Pemberontak :
·       Pemberontak tersebut mestilah mempunyai kekuatan dan ketahanan tersendiri, samada bilangan yang ramai atau mempunyai kubu untuk menentang pemerintah.
·       Pemberontak itu mestilah benar-benar di luar kawalan pemerintah disebabkan kekuatan mereka. Sekiranya masih dalam keadaan terkawal, maka sudah tentu tidak perlu diperangi. Cukup sekadar menangkap sahaja.
·       Mestilah mempunyai tafsiran yang dibenarkan dalam ruang ijtihad bahawa mereka ini pemberontak dengan alasan yang kukuh iaitu menentang pemerintah.
·       Pemberontak tersebut mempunyai tokoh yang ditaati, yang menguatkan pengaruh mereka. Walaupun bukan sebagai pimpinan tertinggi, tetapi pandangannya dijadikan sebagai “sandaran”.

PEMBERONTAKAN GAM
Melihat konflik Aceh bisa melalui kaca mata yang berbeda, dengan apa yang dibangun selama ini, bahwa konflik Aceh terjadi karena ketidak adilan yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Kalau alasan itu dibangun, maka tidak hanya Aceh yang merasakan ketidakadian demikian, Riau juga mengalami hal serupa. Ada hal yang mendasari konflik Aceh, yaitu persoalan nasionalisme Aceh.
Fungsi nasionalisme adalah sebagai mata yang melihat kedalam, yaitu untuk menjelaskan identitas, sekaligus mata keluar sebagai suatu ideologi yang menjelaskan bahwa suatu bangsa sejajar secara internasional dengan bangsa lain. Dalam konflik Aceh pada fase Gerakan Aceh ini, warna nasionalisme Aceh kuat dari pada ideologi Islam yang pernah menjadi asas gerakan perlawanan Aceh pada masa sebelumnya.
GAM pertama kali di deklarasi pada 4 Desember 1976. Gerakan ini mengusung nasionalisme Aceh secara jelas. Nasionalisme yang dibangun sebagai pembeda dengan nasionalisme Indonesia yang sebelumnya telah ada. Bangunan ide seperti ini sebelumnya tidak pernah ada. Pada Perang Aceh diakhir abad 19, tidak pernah ditemukan bahwa rakyat berperang karena membela tanah kelahiran, melainkan berperang sebagai tuntutan agama. Garis demarkasi juga bukan antara Aceh-Belanda, melainkan muslim-kafir. Hal ini terus berlanjut pada masa-masa berikutnya, terutama ketika masa revolusi. Dalam proses sejarah integrasi Aceh ke Indonesia juga ideologi Islam masih terlihat kuat, bahkan menjadi perekat antara Aceh dan wailayah-wilayah lain di Indonesia.
Bagi Hasan Tiro, sebagai pendiri Gerakan Aceh Merdeka, yang meyakini bahwa Aceh merupakan identitas tersendiri, yang memiliki sejarah dan jati diri yang kuat. Oleh karenanya, kedaulatan Aceh yang sudah dimiliki ratusan tahun yang lalu mesti dikembalikan.
Dalam diskursus nasionalisme, para pakar menguraikan bahwa nasionalisme adalah fenomena modern yang lahir dari rahim industrialisasi dan modernisasi di dunia barat. Ini menjadi gelombang baru dibelahan dunia lainnya, termasuk di negeri-negeri muslim.
Gelombang nasionalisme ini tentu memberikan paradigma yang berbeda dengan apa yang dibangun oleh perjalanan pengalaman suatu bangsa. Dalam hal ini Hasan Tiro membangun pandangannya tentang Aceh melalui paradigma yang dibangun oleh bangsa Eropa. Untuk melacak ini tidak terlalu sulit. Kepergiaannya untuk belajar di Amerika Serikat awal tahun 1950-an telah mempengaruhi cara pandangnya melihat Aceh.
GAM lahir karena kegagalan gerakan Darul Islam pada masa sebelumnya. Darul Islam muncul sebagai reaksi atas ketidak berpihakan Jakarta terhadap gagasan formalisasi Islam di Indonesia.
Darul Islam adalah sebuah gerakan perlawanan dengan ideologi Islam yang terbuka. Bagi Darul islam, dasar dari perlawanan adalah Islam, sehingga tidak ada sentimen terhadap bangsa-bangsa lain, bahkan ideologi Islam adalah sebagai perekat dari perbedaan yang ada. Gagasan ini juga berkembang dalam gerakan Darul Islam di Aceh.
Akan tetapi, paska berhentinya perlawanan Darul Islam Aceh, keinginan Aceh untuk melakukan Islamisasi di Indonesia menjadi lebih sempit hanya kepada Aceh. Perubahan ini terjadi disebabkan karena kegagalan Darul Islam diseluruh Indonesia, sehingga memaksa orang Aceh lebih realistis untuk mewujudkan cita-cita. Yang menjadi menarik adalah, GAM yang melanjutkan tradisi perlawanan Aceh, ternyata tidak melanjutkan ideologi Islam yang terlebih dahulu digunakan oleh Darul Islam. Sebagaimana yang disebutkan bahwa GAM lebih memilih nasionalisme Aceh sebagai isu populisnya.

Kemunculan GAM pada masa awalnya langsung mendapat respon oleh pemerintah Orde Baru dengan melakukan operasi militer yang represif, sehingga membuat GAM kurang bisa berkembang. Walau demikian, GAM juga melakukan pelebaran jaringan yang membuat mereka kuat, baik pada tingkat internasional maupun menyatu dengan masyarakat.
Dalam dinamika konflik Aceh, fase yang menentukan adalah paska kejatuhan Soeharto. Pada fase ini kelompok sipil memainkan peranan yang strategis dalam mengubah paradigma kemerdekaan yang diperjuangkan oleh GAM. Kalau pada masa awal, GAM memahami bahwa kemerdekaan adalah karena tuntutan sejarah, karena Aceh adalah bangsa yang berdaulat sejak dulu. Nah, pada fase ini, kelompok sipil melakukan tranformasi penting, bahwa kemerdekaan adalah tuntutan realistis dari kehidupan berdemokrasi, sehingga muncul tawaran referendum sebagai jalan penyelesaian konflik Aceh.

No comments :

Post a Comment