iklan

Saturday, 8 November 2014

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PERBANKAN

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PERBANKAN
Dengan kewenangan ini otoritas pengawas bank dapat melakukan kegiatan berikut :
·      Menjatuhkan sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku seperti pengenaan denda, penurunan tingkat kesehatan atau rating bank dan lain lain.
·      Memaksa bank untuk memperbaiki kebijaksanaannya
·      Memaksa bank untuk mengganti Dewan Komisaris atau Direksi
·      Mencabut izin usaha
·      Mengambil tindakan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan berlaku.
Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan bank yang tercakup dalam empat aspek di atas, dilakukan sepenuhnya oleh bank Indonesia kecuali aspek kewenangan dalam mengatur perizinan dimana wewenang Bank Indonesia hanya bersifat memberikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan atas permohonan pendirian bank.
Atas dasar tujuan itu mekanisme pembinaan dan pengawasan bank secara terus menerus harus disempurnakan, sehingga laporan keuangan yang telah diaudit mampu memberikan manfaat nilai tambah terhadap pelaksanaan pengawasan, antara lain :
a)        Pembaca laporan keuangan memperoleh informasi yang akurat tentang keadaan bank,
b)        Para pengawas akan lebih cekatan dalam menilai kondisi keuangan dan kesulitan yang dialami bank
c)        Memungkinkan para pengawas bank mengetahui ruang lingkup dan sasaran khusus yang membutuhkan pengendalian, karena dapat mengenali sisi kegiatan yag mengandung persoalan.
Sejalan dengan sering terjadinya praktek perbankan yang tidak mematuhi aturan, masalah informasi tentang keadaan keuangan menjadi sangat penting untuk diketahui semua pihak, informasi keuangan ini tidak hanya perlu untuk diketahui otoritas pengawas bank tetapi juga oleh kalangan masyarakat yang menggunakan jasa bank, iklim seperti ini diharapkan masyarakat akan semakin cerdas menempatkan informasi keadaan bank secara proporsional, sehingga ia bisa bertindak cepat sesuai dengan hasil penilaiannya terhadap bank-bank tertentu.

SISTEM PENGAWASAN BANK OLEH BANK INDONESIA
Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini BI melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan 2 pendekatan yakni pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based supervision) dan pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision/RBS). Dengan adanya pendekatan RBS tersebut, bukan berarti mengesampingkan pendekatan berdasarkan kepatuhan, namun merupakan upaya untuk menyempurnakan sistem pengawasan sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan perbankan. Secara bertahap, pendekatan pengawasan yang diterapkan oleh BI akan beralih menjadi sepenuhnya pengawasan berdasarkan risiko.
1.      Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya menekankan pemantauan kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank. Pendekatan ini mengacu pada kondisi bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian.
2.      Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan pendekatan pengawasan yang berorientasi ke depan (forward looking). Dengan menggunakan pendekatan tersebut pengawasan/pemeriksaan suatu bank difokuskan pada risiko-risiko yang melekat (inherent risk)pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk control system). Melalui pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas pengawasan bank untuk proaktif dalam melakukan pencegahan terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank. Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko memiliki siklus pengawasan sebagai berikut :
http://www.ojk.go.id/img/siklus1.jpg 


Jenis-Jenis Risiko Bank :
·         Risiko Kredit : Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.
·         Risiko Pasar : Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh Bank,yang dapat merugikan Bank. Variabel pasar antara lain adalah suku bunga dan nilai tukar.
·         Risiko Likuiditas : Risiko yang antara lain disebabkan Bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu.
·         Risiko Operasional : Risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal,kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
·         Risiko Hukum : Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontra.
·         Risiko Reputasi : Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif terhadap Bank.
·         Risiko Strategik : Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya Bank terhadap perubahan eksternal.
·         Risiko Kepatuhan : Risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku.


Dalam upaya mengantisipasi akan timbulnya resiko yang mengganggu kenyamanan nasabah, seharusnya para auditor baik auditor intern atau independen dapat segera memberi sinyal kepada para pengurus bank untuk mengambil langkah-langkah perbaikan sekaligus melakukan hal hal berikut :
Pada pemeriksaan kredit, auditor mereview kebijakan pemberian kredit, memeriksa dokumen yang mendukung pemberian kredit, dan memastikan bahwa pemberian kredit telah diperkuat oleh dokumen analisa dan persetujuan kredit dari pihak direksi. Disamping itu auditor harus memperhatikan adanya keyakinan atas efektifitas struktur pengendalian intern dalam pemberian kredit serta penentuan kolektibilitas kredit berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mengingat masih ada ketentuan kelektibilitas yang ditetapkan sendiri oleh bank dan berlaku secara intern, dan kasus yang paling sering mencuat antara lain tentang :
     A.    Ketentuan Batas Makximum Pemberian Kredit,
BMPK adalah batas maksimum penyediaan dana yang diperkenankan untuk diberikan kepada peminjam kelompok tertentu, dengan adanya ketentuan BMPK diharapkan resiko yang terkait dalam pelaksanaan operasi bank tidak terpusat pada suatu kelompok debitur tertentu, dan pemilik tidak memanfaatkan banknya sebagai sarana penghimpun dana bagi kepentingan dirinya. Disisi lain ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih kearah pemerataan kredit perbankan. Pengucuran kredit seperti ini disamping dapat mengurangi resiko kerugian akibat kredit bermasalah juga membuka peluang bagi kesempatan berusaha.
      B.     Kebijakan kredit ekspansif.
Kadang-kadang beberapa bank menempuh kebijakan kredit yang ekspansif melebihi batas pertumbuhan kredit yang normal, para menejemen seringkali menetapkan pencapaian target kredit dalam jumlah besar dengan waktu yang relatif singkat, karena bank merasa memiliki kelebihan likuiditas, akibatnya factor prudential yang menjadi ketentuan bank Indonesia justru terlupakan, karena telanjur memberi kelonggaran dan keringanan dalam penyeleksian permohonan kredit
      C.     Penyimpangan dalam prosedur kredit.
Kendati bank telah memliki pedoman tatacara pemberian kredit, akan tetapi masih saja ada bank yang tidak konsisten mengikuti system dan kurang disiplin dalam menerapkan prosedur yang telah ditetapkan. Gejala ini barangkali terjadi terhadap feasibility study calon debitur, dimana data keuangan calon debitur tidak (diwajibkan) ikut terlampir didalamnya, penilaian kredit justru dititik beratkan pada kelayakan usaha dan seringkali kurang ditelaah secara mendalam tujuan dari penggunaan kredit. penyimpanagan system dan prosedur seperti ini bersumber dari factor kualitas dan kuantitas pegawai bank yang menangani permintaan kredit ataupun adanya dominasi pemutusan kredit oleh pejabat tinggi bank yang bersangkutan.

Pada pemeriksaan surat berharga auditor harus mencocokan hasil pemeriksaan fisik dengan jumlah yang tercantum dalam buku besar tambahan dan mencocokan saldo rekap buku besar tambahan dengan saldo buku besar.

No comments :

Post a Comment