MAKALAH
“Corak Kehidupan Masyarakat Masa
Praaksara”
DISUSUN
OLEH
SMA NEGERI 01 NANGA PINOH
TAHUN AJARAN
2014/2015
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan
penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penulis tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber.
Makalah
ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari
diri penulis maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah
ini memuat tentang “Corak Kehidupan
Masyarakat Masa Praaksara”, sengaja dipilih untuk meningkatkan pengetahuan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Guru pengajar yang telah banyak
membantu penulis agar dapat menyelesaikan makalah ini dengan arahannya.
Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun
makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan
kritiknya. Terima kasih.
Nanga Pinoh, Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.......................................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah....................................................................................................................... 1
C.
Tujuan
Penulisan......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Corak Kehidupan
Manusia Di Masa Praaksara.......................................................................... 2
1.
Berburu dan
Mengumpulkan Makanan................................................................................ 2
2.
Bercocok Tanam................................................................................................................... 2
3.
Perundagian.......................................................................................................................... 3
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................................................. 5
B.
Saran........................................................................................................................................... 5
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................................................... 6
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masa prasejarah atau
praaksara merupakan masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Pada masa
ini, kehidupan manusia masih sangat primitif. Namun, manusia pada masa ini
tetaplah makhluk hidup. Mereka hidup, bergerak, dinamis, berpikir, bahkan
memiliki berbagai kebutuhan seperti halnya kita. Perbedaannya, mereka masih
sangat primitif sehingga dengan segala keterbatasannya mereka melakukan segala
aktivitas dengan sangat sederhana.
Zaman praaksara sering
juga disebut sebagai zaman prasejarah atau zaman nirleka. Nir artinya tidak dan
leka artinya tulisan. Jadi kesimpulannya, pada zaman ini manusia masih belum
mengenal tulisan. Batas antara zaman prasejarah dan zaman sejarah adalah dengan
ditemukannya tulisan dalam kebudayaan manusia.
Dimulainya zaman
sejarah pada setiap bangsa itu berbeda-beda, hal itu tergantung dari tingkat
peradaban masing-masing bangsa. Bangsa yang pertama kali menggunakan tulisan
dalam kebudayaan mereka adalah bangsa sumeria. Sekitar 3000 tahun sebelum
masehi, mereka terbukti telah membuat ukiran diatas tanah liat, yang dipercaya
berisikan simbol-simbol yang merepresentasikan angka-angka.
Berdasarkan
penemuan-penemuan hasil kebudayaannya yang memiliki karakteristik yang berbeda
antara satu masa dengan yang lainnya, maka corak kehidupan masyarakat praaksara
(prasejarah) menurut para ahli sejarah dapat dibagi menjadi tiga masa, yaitu :
a. Masa berburu dan mengumpulkan makanan, pada masa ini ditemukan
peralatan-peralatan yang berhubungan dengan kegiatan berburu dan terbuat dari
batu.
b. Masa bercocok tanam, pada masa ini ditemukan peralatan-peralatan yang
digunakan sebagai alat bercocok tanam (pertanian) yang sederhana (masih terbuat
dari batu).
c.
Masa perundagian, pada
masa ini ditemukan peralatan-peralatan yang telah menggunakan bahan dasar
logam.
B.
Rumusan Masalah
· Bagaimana corak kehidupan masyarakat pada masa praaksara ?
C.
Tujuan
Penulisan
· Untuk mengetahui kehidupan masyarakat pada masa praaksara
·
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Corak Kehidupan
Pada Masa Praaksara
1.
Berburu dan
Mengumpulkan Makanan
Pada masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat awal, manusia Indonesia saat itu hidup sangat
sulit karena keadaan alam masih belum stabil. Letusan gunung berapi masih
sering terjadi, aliran sungai kadang-kadang berpindah sejalan dengan perubahan
bentuk bumi. Karena sulitnya untuk mencari makanan, pertumbuhan populasi
Manusia Indonesia sangat sedikit dan banyak yang meninggal dan akhirnya punah.
Manusia Indonesia pada
zaman berburu dan mengumpulkan makanan selalu berpindah-pindah mencari daerah
baru yang dapat memberikan makanan yang cukup. Pada umumnya mereka bergerak
tidak terlalu jauh dari sungai- sungai, danau atau sumber-sumber air yang lain,
karena binatang buruan selalu berkumpul di dekat sumber air. Di tempat-tempat
yang demikian itu kelompok manusia praaksara menantikan binatang buruan mereka.
Selain itu, sungai dan danau juga merupakan sumber makanan, karena terdapat
banyak ikan di dalamnya. Lagi pula di sekitar sungai biasanya tanahnya subur
dan ditumbuhi tanaman yang buahnya atau umbinya dapat dimakan. Di danau mencari
ikan dan kerang, ada pula yang memilih daerah pedalaman. Tumpukan bekas makanan
berupa kulit kerang banyak ditemukan di pantai atau di tepi sungai. Selain di
sumber-sumber air, ada juga yang memilih gua-gua sebagai tempat sementara
berdasarkan penemuan kerangka manusia yang dikuburkan, rupanya mereka sudah
mengenal semacam sistem kepercayaan. Lama kelamaan kelompok manusia berburu dan
mengumpulkan makanan menunjukkan tanda hidup menetap, suatu perkembangan ke
arah masa bercocok tanam.
Pada masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat lanjutan, mereka telah mulai lebih lama tinggal di
suatu tempat. Ada kelompok-kelompok yang bertempat tinggal di daerah pantai,
ada pula yang memilih tempat tinggal di daerah pedalaman. Mereka yang tinggal
di daerah pantai makanan utamanya berupa kerang dan ikan laut. Bekas tempat
tinggal mereka dapat ditemukan kembali, karena dijumpai sejumlah besar
kulit-kulit kerang yang menyerupai bukit kulit kerang serta alat-alat yang
mereka gunakan. Sisa-sisa makanan yang berupa timbunan atau gugusan kulit
kerang itu, yang artinya sampah dapur. Ada pun sisa alat-alat yang ditemukan
dalam gugusan kulit kerang antara lain berupa anak panah atau mata tombak yang
berbentuk khusus untuk menangkap ikan.
Kelompok yang memilih
bertempat tinggal di daerah pedalaman pada umumnya memilih tempat tinggal di
tepian sungai-sungai. Selain dari binatang buruan, mereka juga hidup dari ikan
di sungai. Kelompok yang bergerak lebih ke pedalaman lagi, sisa-sisa budayanya
sering ditemukan di dalam gua-gua yag mereka singgahi dan untuk tempat tinggal
sementara dalam pengembaraan mereka. Gua-gua ini letaknya pada lereng-lereng
bukit yang cukup tinggi, sehingga untuk memasuki gua-gua itu diperlukan
tangga-tangga yang dapat ditarik ke dalam gua, jika ada bahaya yang mengancam.
Untuk menghadapi berbagai ancaman, manusia itu hidup berkelompok dan jumlahnya
tidak terlalu banyak. Biasanya mereka berada agak lama di daerah yang
mengandung cukup banyak bahan makanan, terutama umbi- umbian dan dedaunan,
dekat sumber air, serta dekat dengan tempat-tempat mangkal binatang buruan.
Mereka kemudian akan melakukan pengembaraan atau berpindah ke tempat lain. Di
tempat sementara ini, kelompok berburu biasanya tersusun dari keluarga kecil
dengan jumlah kurang lebih 20 sampai 50 orang. Tugas berburu binatang dilakukan
oleh orang laki-laki sedangkan orang perempuan bertugas mengumpulkan makanan,
mengurus anak, dan mengajari anaknya dalam meramu makanan. Ikatan kelompok pada
masa ini sangat penting untuk mendukung berlangsungnya kegiatan bersama.
2.
Bercocok Tanam
Kelompok-kelompok kecil pada masa bercocok tanam makin
bertambah besar, karena masyarakat telah mulai menetap dan hidup lebih teratur.
Kelompok-kelompok perkampungan tumbuh menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih
besar misalnya klan, marga dan sebagainya yang menjadi dasar masyarakat
Indonesia sekarang. Kehidupan masyarakat menjadi semakin kompleks setelah
mereka tidak saja tinggal di goa-goa, tetapi juga memanfaatkan lahan-lahan
terbuka sebagai tempat tinggal.
Dengan bertempat tinggal menetap mereka mempunyai
kesempatan yang lebih banyak untuk mengembangkan teknologi pembuatan alat dari
batu. Perubahan cara hidup dari mengembara ke menetap akhirnya berpengaruh
terhadap aspek-aspek kehidupan lainnya. Cara hidup berburu dan meramu secara
berangsur-angsur mulai ditinggalkan. Mereka memasuki tahapan baru yaitu bercocok
tanam ini merupakan peristiwa penting dalam sejarah perkembangan dan peradaban
manusia.
Dengan penemuan-penemuan baru, mereka dapat
menguasai alam, terutama yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup
mereka. Beragam jenis tumbuhan mulai dibudidayakan dan bermacam- macam
binatang mulai dijinakkan. Dengan perkembangannya cara bercocok tanam dan
bertani, berarti banyak hal yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
tersebut yang tidak mungkin dapat dipenuhi sendiri. Kondisi inilah yang
kemudian mendorong munculnya kelompok-kelompok spesialis atau undagi,
misalnya kelompok ahli pembuatan rumah, pembuatan gerabah, dan pembuatan
alat-alat logam.
Pada tahapan berikutnya, kegiatan pertanian
membutuhkan satu organisasi yang lebih luas yang berfungsi untuk mengelola dan
mengatur kegiatan pertanian tersebut. Dari organisasi itu kemudian menumbuhkan
organisasi masyarakat yang bersifat chiefdoms atau masyarakat
yang sudah berkepemimpinan. Dalam masyarakat yang demikian itu sudah dapat
dibedakan antara pemimpin dan yang dipimpin. Pengakuan terhadap pemimpin tidak
sekadar karena faktor keturunan, tetapi juga dianggap mempunyai kekuatan yang
lebih dan berkedudukan tinggi. Para pemimpin tersebut sesudah meninggal
arwahnya tetap dihormati karena kelebihan yang dimilikinya itu.
Untuk menghormati sang arwah, dibangunlah
tempat-tempat pemujaan seperti tampak pada peninggalan-peninggalan punden berundak.
Selain dapat menunjukan tempat pemujaan arwah, keberadaan punden berundak juga
dapat menjadi bukti adanya masyarakat yang sudah berkepemimpinan. Punden berundak merupakan
bangunan tempat melakukan upacara bersama. Dalam melaksanakan upacara itu, juga
dipimpin oleh seorang pemimpin yang disegani oleh masyarakatnya.
Pada masa itu ada kemungkinan sudah terbentuk
desa-desa kecil. Pada mulanya hanya bentuk rumah agak kecil dan berdenah
melingkar dengan atap daun-daunan. Kemudian rumah seperti itu berkembang dengan
bentuk yang lebih besar yang dibangun di atas tiang penyangga. Rumah besar ini
bentuknya persegi panjang, dihuni oleh beberapa keluarga inti. Di bawah tiang
penyangga rumah digunakan untuk memelihara ternak. Apabila musim panen tiba
mereka berpindah sementara di dekat ladang-ladang dengan membangun rumah atau
gubuk- gubuk darurat. Binatang-binatang piaraan mereka juga dibawa.
Tidak menutup kemungkinan pada masa itu, mereka sudah
menggunakan bahasa untuk komunikasi. Para ahli menduga bahwa pada masa bercocok
tanam menetap ini, mereka sudah menggunakan bahasa Melayu-Polenesia atau
rumpun bahasa Austronesia. Pada masa bercocok tanam mulai
muncul kelompok-kelompok profesi, hubungan perdagangan, dan adanya
kontak-kontak budaya yang menyebabkan kegiatan masyarakat semakin kompleks.
Situasi semacam itu tidak saja telah menunjukkan adanya pelapisan masyarakat
menurut kehlian dan pekerjaannya, tapi juga mendorong perkembangan teknologi
yang mereka kuasai.
3.
Masa Perundagian
Pada
masa perundagian, masyarakat telah hidup di desa-desa di daerah pegunungan,
dataran rendah dan tepi pantai. Susunan masyarakatnya makin teratur dan terpimpin.
Masyarakat dipimpin oleh ketua adat yang merangkap sebagai kapala daerah. Ketua
adat dipilih oleh masyarakat, yaitu orang tua yang banyak pengetahuan dan
pengalamannya mengenai adat dan berwibawa terhadap masyarakat. Kepala daerah
yang besar wibawanya kemudian membawahi kepala-kepala daerah lainnya dan makin
besar kekuasaannya. Ia bertindak seperti seorang raja dan itulah permulaan
timbulnya raja-raja di Indonesia.
Untuk
menaikkan derajat dalam masyarakat, orang berusaha membuat jasa sebanyak-banyaknya,
biasanya dengan melakukan hal-hal atau perbuatan-perbuatan luar biasa dan
memperlihatkan keberaniannya sehingga mendapatkan kepercayaan untuk memperoleh
kedudukan sebagai pemimpin. Misalkan dalam perburuan binatang buas sepert
harimau. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kebiasaan masyarakat pada masa
perundagian yang sering melakukan upacara khusus dalam acara penguburan mayat
para pemimpin mereka, menunjukan bahwa masyarakat pada waktu itu telah memiliki
norma-norma dalam kehidupan, terutama sikap menghargai kepemimpinan seseorang.
Walau dapat kita dipastikan bahwa masyarakat pada masa itu didasarkan atas
gotong royong, namun telah berkembang norma-norma yang mengatur hubungan antara
lain yang dipimpin dan yang memimpin.
Adanya
norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat pada masa perundagian
menunjukan bahwa pada masa ini terdapat hasil-hasil kebudayaan berupa
norma-norma. Bila dilihat dari hasil kebudayaan yang berwujud peraturan. Pada
masa perundagian masyarakat telah mengenal suatu peraturan yang harus ditaati
oleh semuanya. Salah satunya adalah peraturan dalam penguburan mayat di tempayan.
Penguburan dalam tempayan ini hanya dilakukan terhadap
orang-orang yang berkedudukan penting dalam masyarakat. Selain itu, terdapat
juga aturan dalam penggunaan harta kekayaan. Penguasaan dan pengambilan sumber
penghidupan diatur menurut tata tertib dan kebiasaan masyarakat. Pemakaian
barang-barang dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari didasarkan atas sifat
magis dari barang-barang tersebut.
Pada
masa perundagian, manusia purba sangat taat kepada adat diantaranya adat
gotong-royong, tolong menolong, sambat-sinambat. Kebiasaan
hidup berkelompok berkembang menjadi lebih luas dalam kehidupan masyarakat desa
secara bergotong royong. Gotong royong merupakan kewajiban bagi setiap anggota
masyarakat. Hal ini dapat di lihat dalam pembuatan alat-alat, dimana semuanya
dilakukan secara bergotong royong.
B.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa prasejarah atau praaksara merupakan masa kehidupan manusia sebelum mengenal
tulisan. Pada masa ini, kehidupan manusia masih sangat primitif. Namun, manusia
pada masa ini tetaplah makhluk hidup. Mereka hidup, bergerak, dinamis,
berpikir, bahkan memiliki berbagai kebutuhan seperti halnya kita. Perbedaannya,
mereka masih sangat primitif sehingga dengan segala keterbatasannya mereka
melakukan segala aktivitas dengan sangat sederhana.
Zaman praaksara sering juga disebut sebagai zaman prasejarah atau zaman
nirleka. Nir artinya tidak dan leka artinya tulisan. Jadi kesimpulannya, pada
zaman ini manusia masih belum mengenal tulisan. Batas antara zaman prasejarah
dan zaman sejarah adalah dengan ditemukannya tulisan dalam kebudayaan manusia.
Perkembangan corak kehidupan dan peralatan yang digunakan manusia purba
dibagi menjadi 3 tahap :
1.
Masa Berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat lanjutan
Corak kehidupan :
·
Bertempat tinggal di
gua – gua ( setengah menetap )
·
Sudah mengenal api
·
Sudah mengenal bertanam
sederhana
Peralataan yang digunakan :
·
Kapak berimbas
·
Kapak penetak
·
Kapak genggam
·
Peralatan serpih
·
Peralatan dari tulang
2.
Masa bercocok tanam
· Sudah mampu mengatur dan memanfaatkan sumber daya alam
· Sudah mampu menghasilkan makanan sendiri
· Sudah mulai hidup menetapSudah mengenal sistem gotong royong
Peralatan yang digunakan :
·
Beliung : Kapak batu,
mata anak panah, mata tombak, gerabah
·
Beliung persegi >
batu yang sudah dihaluskan pada sisi - sisinya
3.
Masa Perundagian
Corak kehidupan pada masa perundagian
·
Manusia terbagi dalam
kelompok – kelompok yang memiliki ketrampilan
·
Manusia membangun tempat
pemujaan dari batu – batu besar.
·
Peralatan yang
digunakan :
·
Kapak perunggu ( kapak
corong, kapak sepatu ), nekara, moko, peralatan upacara manik – manik dll.
B. Saran
Kita Harus Bersyukur
Karena kita tidak perlu bersusah keras lagi untuk mencari makanan kini kita
tinggal membeli apa yang kita inginkan .
DAFTAR PUSTAKA
sangat membantu
ReplyDeleteSangat membamtu
ReplyDelete