MAKALAH EKONOMI PERTANIAN
“MENGATASI MASALAH EKONOMI PADA PRODUKSI PERTANIAN”
DI
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA :
NIM :
PRODI :
SEMESTER :
KELAS :
UNIVERSITAS KAPUAS SINTANG
TAHUN 2014
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan
penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penulis tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber.
Makalah ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penulis maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Mengatasi Masalah Ekonomi Pada Produksi Pertanian”, sengaja dipilih untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang produksi pertanian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengajar yang telah banyak membantu penulis agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Sintang, Februari 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR
ISI.......................................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang............................................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah........................................................................................................ 1
C.
Tujuan
Penulisan.......................................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN
KEADAAN PETANI
YANG MENGHAMBAT PEMBANGUNAN PERTANIAN
A.
Pengetahuan................................................................................................................. 2
B.
Motivasi ....................................................................................................................... 2
C.
Sumber daya................................................................................................................. 2
D.
Wawasan...................................................................................................................... 3
E.
Alih
Fungsi Lahan Pertanian ....................................................................................... 3
F.
Teknologi
Pertanian...................................................................................................... 4
G.
Penyuluhan
Pertanian................................................................................................... 5
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................................... 6
B.
Saran............................................................................................................................. 6
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap
mahluk hidup di dunia ini membutuhkan pangan untuk menjaga kelangsungan
hidupnya. Ketahanan pangan bukan hanya masalah “cukup makan”. Lebih jauh dari
itu, pemenuhan hak atas pangan dapat dipandang sebagai salah satu pilar utama
hak azasi manusia. Dalam PP No 68 tahun 2002, tentang Ketahanan Pangan,
dinyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam
rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas,
mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman,
bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia
dan terjangkau oleh daya beli masyarakat (Tempo Interaktif 2004:1). Hal ini
menjadi renungan kita bersama bahwa bagaimana mungkin bisa mencapai prestasi
jikalau kebutuhan pangan saja belum terpenuhi?
Petani, sebagai insan yang berperan menghasilkan bahan pangan kondisinya sangat
memperihatikan. Petani menghadapi banyak permasalahan dalam perannya
menghasilkan bahan pangan. Permasalahan petani dan pertanian di Indonesia
begitu kompleks baik secara makro maupun mikro. Secara makro masalah utama
pertanian di Indonesia adalah (1) Marginalisasi pertanian, dan (2) Exchange farmer, mayoritas
umur petani saat ini 70 tahun dan yang berumur dibawah 30 tahun jumlahnya
sedikit, kebanyakan generasi muda enggan menjadi petani.
Pada
tingkat petani masalah petani juga semakin banyak. Masalah tersebut
diantaranya:
rendahnya pengetahuan/wawasan, rendahnya tingkat keterampilan, kurangnya
motivasi, tidak memiliki kemampuan pengelolaan usaha tani, kurangnya dukungan
atas modal dan sarana produksi usahatani, kurangnya dukungan kebijakan
pemerintah, jarang mendapatkan bimbingan dan conseling berupa penyuluhan dan
tidak adanya wahana/tempat petani untuk belajar untuk meningkatkan kemapuan
yang dibutuhkannya.
Menemukan atau merancang berbagai solusi alternatif untuk memecahkan masalah di
atas memerlukan kemampuan, ketrampilan dan kreativitas pihak-pihak yang
terlibat. Mereka harus bisa mengatasi kompleksitas permasalahan yang dihadapi
dan merancang solusi-solusi
alternatif yang berkualitas dan dapat memecahkan masalah itu. Selain itu,
solusi-solusi tersebut haruslah dapat diterima oleh berbagai pihak yang
terkait.
B.
Rumusan
Masalah
· Apa penyebab masalah ekonomi pada produksi pertanian menurun ?
C.
Tujuan
Penulisan
· Untuk mengetahui penyebab masalah ekonomi pada produksi pertanian
menurun.
BAB II
PEMBAHASAN
Keadaan Petani yang Menghambat Pembangunan
Pertanian
Kesejahteraan petani yang relatif rendah
dan menurun saat ini akan sangat menentukan prospek ketahanan pangan.
Kesejahteraan tersebut ditentukan oleh berbagai faktor dan keterbatasan,
diantaranya yang utama menurut (Bayu Krisnamurthi 2008:1) adalah (a) Sebagian
petani miskin karena memang tidak memiliki faktor produktif apapun kecuali
tenaga kerjanya (they are poor becouse they are poor); (b) Luas lahan petani
sempit dan mendapat tekanan untuk terus terkonversi; (c) Terbatasnya akses
terhadap dukungan layanan pembiayaan; (d) Tidak adanya atau terbatasnya akses
terhadap informasi dan teknologi yang lebih baik; (e) Infrastruktur produksi (air,
listrik, jalan, telekomunikasi) yang tidak memadai (f) Struktur pasar yang
tidak adil dan eksploitatif akibat posisi rebut-tawar (bargaining position)
yang sangat lemah; dan (g) Ketidak-mampuan, kelemahan, atau ketidak-tahuan
petani sendiri.
A.
Pengetahuan
Sebagian
petani tidak mempunyai pengetahuan serta wawasan yang memadai untuk dapat
memahami permasalahan mereka, memikirkan pemecahannya, atau memilih pemecahan
masalah yang paling tepat untuk mencapai tujuan mereka. Tugas agen penyuluh
adalah meniadakan hambatan tersebut dengan cara menyediakan informasi dan
memberikan pandangan mengenai masalah yang dihadapi. Di sisi lain, petani
sebenarnya memiliki pengetahuan berupa kearifan lokal yang bisa diwariskan
kepada generasi berikutnya. Agen penyuluh dapat memberikan bantuan berupa
pemberian informasi yang memadai yang bersifat teknis mengenai masalah yang
dibutuhkan petani dan menunjukkan cara penanggulanganya. Selama penyuluh belum
mampu memberikan informasi yang dibutuhkan petani tersebut, maka kegiatan
penyuluhan tidak akan berjalan dengan baik (Sabetghadam 2003:1)
B.
Motivasi
Motivasi berasal dari kata motive dan action, artinya bagaimana membuat orang
untuk berusaha. Sebagian besar petani kurang memiliki motivasi untuk mengubah
perilaku karena perubahan yang diharapkan berbenturan dengan motivasi yang
lain. Kadang-kadang penyuluhan dapat Beberapa organisasi penyuluhan bertanggung
jawab untuk meniadakan hambatan yang disebabkan oleh kekurangan sumber daya.
Kegiatan penyuluhan di Indonesia biasanya berada dibawah Departemen Pertanian
seringkali diberikan tanggung jawab untuk mengawasi kredit dan mendistribusikan
sarana produksi seperti pupuk. Masalahnya sekarang adalah organisasi yang
menyediakan sumber daya tersebut tidak terlibat melainkan dilakukan oleh
penyuluh. Seharunsya kegiatan pelayanan dilakukan oleh lembaga service,
kegiatan pengaturan dilakukan oleh lembaga regulation dan kegiatan penyuluhan
hanya dilakukan oleh lembaga penyuluhan. Apabila ketiga lembaga ini dapat
berfungsi dengan baik maka kegiatan pembangunan pertanian
juga akan berjalan dengan baik.
mengatasi
hal demikian dengan membantu petani mempertimbangkan kembali motivasi mereka.
Petani kurang dimotivasi berusaha untuk merubah cara-cara tradisional kearah
modernisasi. Atau sifat pertanian yang subsisten kurang diarahkan untuk
berorientasi pada pasar. Selama petani belum dimotivasi, maka akan menjadi
masalah (Heryanti Suryantini 2003:36).
C.
Sumber daya
Beberapa
organisasi penyuluhan bertanggung jawab untuk meniadakan hambatan yang disebabkan
oleh kekurangan sumber daya. Kegiatan penyuluhan di Indonesia biasanya berada
di bawah Departemen Pertanian seringkali diberikan tanggung jawab untuk
mengawasi kredit dan mendistribusikan sarana produksi seperti pupuk. Masalahnya
sekarang adalah organisasi yang menyediakan sumber daya tersebut tidak terlibat
melainkan dilakukan oleh penyuluh. Seharunsya kegiatan pelayanan dilakukan oleh
lembaga service, kegiatan pengaturan dilakukan oleh lembaga regulation dan
kegiatan penyuluhan hanya dilakukan oleh lembaga penyuluhan. Apabila ketiga
lembaga ini dapat berfungsi dengan baik maka kegiatan pembangunan pertanian
juga akan berjalan dengan baik.
D.
Wawasan
Sebagian
petani kurang memiliki wawasan untuk memperoleh sumber daya yang diperlukan.
Masalah ini hampir sama dengan hambatan pengetahuan, dan peranan
penyuluhansangat diperlukan pada keadaan seperti ini. SDM petani harus
menyadari bahwa setiap anggota masyarakat akan memiliki kesempatan yang sama
untuk berprestasi, saling menghargai satu sama lain, saling mengakui hak dan
kewajiban, lebih mengedepankan prestasi ketimbang prestige, bertanggung jawab
atas kelangsungan hidupnya dan mementingkan aspek-aspek kehidupan bersama
(Soedijanto 2005:91). Tugas penyuluh adalah memberikan pandangan supaya wawasan
petani menjadi lebih luas. Petani Adalah Orang yang Terpinggirkan (Marginal).
Kekuasaan
petani untuk mengeluarkan pendapat belum diperhatikan. Petani adalahorang yang
memiliki status sosial yang rendah, perekonomian yang lemah dan penguasaan
tanah yang sangat sempit. Petani lemah inilah yang harus diberdayakan untuk
membentuk suatuasosiasi petani. Contoh: Asosiasi petani tebu jawa tengah,
Asosiasi petani tebu Jawa timur, dan lain-lain sehingga petani tebu tersebut
menjadi kuat. Selain petani, penyuluh juga harusmembentuk asosiasi penyuluh
sehingga kuat untuk mempejuangkan nasib petani. Tanpa.berkelompok petani dan
penyuluh tidak ada artinya. Penyuluh pertanian akan dapat berjalan seperti yang
diharapkan apabila terdapat iklim kerja yang egaliter (Soedijanto 2005:92)
E.
Alih
Fungsi Lahan Pertanian
Laju
penyusutan lahan pertanian di Indonesia kian cepat. Penyebabnya adalah
fragmentasi lahan atau penyusutan kepemilikan lahan pertanian sebagai dampak
sistem bagi waris dan alih fungsi lahan. Ini tercermin dari peningkatan jumlah
rumah tangga petani kecil alias gurem, dengan kepemilikan lahan rata-rata 0,34
hektar (Hermas 2008:1).
Bali
sebagai daerah pariwisata paling menjadi contoh nyata dalam penyusutan lahan
pertanian. Adanya fenomena alih fungsi lahan sawah ke non-pertanian dan
musnahnya beberapa sistem subak di suatu daerah di Bali merupakan bagian
sekaligus dampak dari modernisasi. Fenomena lain adalah mulai berkembangnya
sistem pertanian beririgasi berkelanjutan berbasis sistem irigasi pompa air
tanah. Menghadapi kedua fenomena yang bersifat substitusi tersebut, perlu
pertimbangan bahwa apabila pertanian masih diyakini sebagai salah satu leading
sector dalam perekonomian Bali dan sistem subak masih dipercaya sebagai model
kelembagaannya, maka selayaknya eksistensi subak dilestarikan dan bahkan
diperkuat secara proporsional guna mendukung pembangunan sektor pertanian yang
berkelanjutan (Budiasa 2005:147)
Dalam
pembangunan pertanian berkelanjutan, lahan merupakan sumber daya pokok dalam
usaha tani karena usaha yang dikembangkan bersifat land base agricultural.
Sempitnya lahan pertanian ini dihadapkan pada peningkatan kebutuhan pangan.
Badan Ketahanan Pangan Deptan memperkirakan, jumlah penduduk Indonesia tahun
2030 sebanyak 286 juta orang. Penduduk sebanyak itu mengonsumsi beras 39,8 juta
ton. Dengan kata lain, dalam waktu 21 tahun lagi, Indonesia memerlukan tambahan
produksi beras sekitar 5 juta ton atau perlu tambahan lahan padi 3,63 juta ha
(Hermas 2008:1).
F.
Teknologi
Pertanian
Tenologi
yang tepatguna adalah teknologi yang bermakna bagi masyarakat penggunanya. Jadi
Iptek yang bermakna adalah yang secara ekonomis menguntungkan dan dapat
meningkatkan kesejahteraann, secara teknis dapat dikerjakan dan dimanfaatkan,
dan secara sosial-psikologus dapat diterima serta sejalan dengan kebijakan
pemerintah. Mungkin saja Iptek baru itu tidak/belum dirasakan dibutuhkan
masyarakat dan mungkin pula Iptek tersebut benar-benar telah dibutuhkan dan
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Hal ini tergantung pada “keadaan”
masyarakat sasaran (Asngari 2008:11).
Usahatani
sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim, curah hujan, dan ketersediaan air
irigasi dan sifat-sifat tanah. Oleh karena itu, teknologi usahatani yang sesuai
untuk suatu lokasi belum tentu sesuai untuk lokasi lainnya. Dalam kaitan itu,
untuk menetapkan anjuran teknologi untuk suatu lokasi, harus didasarkan leh
hasil percobaan/penelitian verifikasi di lokasi yang bersangkutan
(Tjitropranoto 2005:96).
Teknologi
pertanian yang ada saat ini tidak selalu sesuai dengan yang dibutuhkan petani,
tetapi didominasi oleh upaya program/proyek untuk pencapaian target produksi
yang telah ditetapkan. Pada dasarnya, petani akan mencari teknologi, informasi
atau materi penyuluhan kalau dirasakannya berguna untuk kegiatan usaha
pertaniannya. Teknologi, informasi ataupun materi penyuluhan pertanian yang
dibutuhkan petani adalah yang benar-benar diyakini petani akan
menguntungkannya, terjangkau oleh kemampuannya, dan memiliki pasar yang dekat
dengan usaha pertaniannya. Materi penyuluhan yang dibutuhkan petani harus
didasarkan pada keempatan, kemauan, dan kemampuan petani untuk
menrapkan/memanfaatkannya, bukan karena perhitungan yangsecara ilmiah akan
menguntungkan (Tjitropranoto 2005:101).
Asngari
(2008:11) menyebutkan bahwa pemanfaatan Iptek tergantung pada klien dan juga
tergantung pada para penyuluh. Tentu akan lebih cepat prosesnya bilamana kedua
belah pihak tersebut saling aktif dan dinamis mencari sampai menemukan
teknologi tepat guna pertanian (TTP).
Meningkatnya
harga sarana produksi terutama benih, pupuk, pestisida, pakan ternak dan ikan,
menyebabkan adanya kecenderungan teknologi yang dikehendaki petani adalah
teknologi yang tidak memerlukan modal besar, lebih kearah teknologi sederhana,
walaupun produktivitasnya tidak begitu besar tetapi terjangkau oleh petani,
baik dengan modal uang tunai maupun kredit. Teknologi pertanian yang memerlukan
sarana produksi yang mahal akan diterapkan oleh pertani selama ada bantuan
untuk menerapkannya, misalnya pemberian saranann produksi oleh proyek, tetapi
begitu proyek meninggalkan petani, maka mereka akan kembali ke teknologi semula
(Tjitropranoto 2005:101).
Sumardjo
(2005:162) menyatakan bahwa kajian Iptek yang disponsori oleh pemerintah di
masa lalu yang cenderung sentralistis, cenderung bias padi dan kurang kondusif
dengan perkembangan inovasi yang spesifik lokal. Hal seperti ini kurang efektif
menjawab tantangan kebutuhan inovasi bagi upaya peningkatan pendapatan petani.
Meskipun kebijakan pengembangan Balai Pengembangan Teknologi Pertanian
(BPTP/LPTP) dinilai lebih kondusif bagi pengembangan inovasi yang berbasis pada
Iptek unggul spesifik lokal beragam komoditi yang sesuai dengan kebutuhan
petani, namun nampaknya lembaga ini kurang didukung olehtanga ahli baik dalam
jumlah maupun kualitas, maupun pendanaan yang memadai untuk menjangkau wilayah
kerjany. Dalam hal ini tentu saja masih diperlukan energi untuk mengatasi
kelemahan tersebut, baik berupa komitmen pemerintah terhadap pengembangan SDM
maupun terhadap pengembangan Iptek dan kelembagaan petani.
G.
Penyuluhan
Pertanian
Istilah
penyuluhan pertama kali digagas oleh James Stuart dari Trinity College
(Canbridge) pada tahun 1967-68, sehingga kemudian Stuart dikenal sebagai Bapak
Penyuluhan
Berbagai istilah digunakan pada berbagai negara menggambarkan proses-proses
belajar penyuluhan(e xtention ), seperti’ (1)voorichti ng (Bahasa Belanda) yang
berarti memberi penerangan untuk menolong seseorang menemukan jalannya,
(2)beratun g (Bahasa Inggris dan Jerman) yang mengandung makna sebagai seorang
pakar memberikan petunjuk kepada seseorang tetapi seseorang tersebut yang
berhak untuk menentukan pilihannya, (3)erzei ehung (mirip artinya dengan
pendidikan di Amerika Serikat) yang menekankan tujuan penyuluhan untuk mengajar
seseorang sehingga dapat memecahkan sendiri masalahnya, (3)fordering (Bahasa
Austria) yang diartikan sebagai menggiring seseorang ke arah yang diinginkan
Van Den Ban, A.W. dan H.S Hawkins (1999; 23-25) .
Secara
harfiah penyuluhan berasal dari katasuluh yang berarti obor ataupun alat untuk
menerangi keadaan yang gelap. Dari asal perkataan tersebut dapat diartikan
bahwa penyuluhan dimaksudkan untuk memberi penerangan ataupun penjelasan kepada
mereka yang disukai, agar tidak lagi berada dalam kegelapan mengenai suatu
masalah tertentu Van Den Ban, A.W. dan H.S Hawkins (1999; 25) mengartikan
penyuluhan sebagai keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi
secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa
membuat keputusan yang benar. Secara sistematis pengertian penyuluhan tersebut adalah proses yang; (1) membantu
petani menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan melakukan perkiraan ke
depan, (2) membantu petani menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya masalah
dari analisis tersebut, (3) Meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan
terhadap suatu masalah, serta membantu menyusun kerangka berdasarkan
pengetahuan yang dimikili petani, (4) membantu petani memperoleh pengetahuan
yang khusus berkaitan dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi serta akibat yang
ditimbulkannya sehingga mereka mempunyai berbagai alternatif tindakan, (5)
membantu petani memutuskan pilihan yang tepat yang menurut pendapat mereka
sudah optimal, (6) meningkatkan motivasi petani untuk dapat menerapkan
pilihannya, (7) membantu petani untuk mengevaluasi dan meningkatkan
keterampilan mereka dalam membentuk pendapat dan mengambil keputusan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Semakin pesat jumlah
penduduk maka kebutuhan akan pangan semakin meningkat
·
Para petani Indonesia dari
tahun ke tahun berlomba-lomba menciptkan varietasi baru yang lebih unggul agar
dapat bersaing dengan pasar pertanian internasional
·
Keadaan iklim sangat
mempengaruhi keberhasilan panen para petani
·
Para petani Indonesia
berusaha untuk mengoptimalkan pendapatan mereka agar dapat memenuhi kebutuhan
mereka
·
Dari tahun ke tahun para
petani para petani indonesia semakin mengerti akan manfaat dari sumber Daya
Alam sekitar mereka
B.
Saran
Untuk
mengatasi masalah ekonomi pada produksi pertanian seharusnya pemerintah memberi
bantuan berupa modal dan pengetahuan para petani agar produksi pertanian di
negaranya tidak tergantung ke negara lain atau yang disebut impor.
No comments :
Post a Comment