iklan

Saturday, 13 September 2014

mengatasi masalah ekonomi pada produksi pertanian

MAKALAH EKONOMI PERTANIAN
“MENGATASI MASALAH EKONOMI PADA PRODUKSI PERTANIAN”


DI

S
U
S
U
N

OLEH

NAMA           : 
NIM                : 
PRODI           : 
SEMESTER  : 
KELAS          : 


http://pontianak.tribunnews.com/foto/bank/images/Unka-Sintang1.jpg

UNIVERSITAS KAPUAS SINTANG
TAHUN 2014


KATA PENGANTAR

            Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penulis tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.

            Makalah ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penulis maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

            Makalah ini memuat tentang “
Mengatasi Masalah Ekonomi Pada Produksi Pertanian”, sengaja dipilih untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang produksi pertanian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengajar yang telah banyak membantu penulis agar dapat menyelesaikan makalah ini.

            Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.


Sintang,           Februari  2014



Penyusun



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang............................................................................................................. 1
      B.     Rumusan Masalah........................................................................................................ 1
      C.     Tujuan Penulisan.......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
KEADAAN PETANI YANG MENGHAMBAT PEMBANGUNAN PERTANIAN
     A.    Pengetahuan................................................................................................................. 2 
     B.     Motivasi ....................................................................................................................... 2
     C.     Sumber daya................................................................................................................. 2
     D.    Wawasan...................................................................................................................... 3 
     E.     Alih Fungsi Lahan Pertanian ....................................................................................... 3
     F.      Teknologi Pertanian...................................................................................................... 4 
    G.    Penyuluhan Pertanian................................................................................................... 5 

BAB III PENUTUP
      A.    Kesimpulan................................................................................................................... 6
      B.     Saran............................................................................................................................. 6


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Setiap mahluk hidup di dunia ini membutuhkan pangan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Ketahanan pangan bukan hanya masalah “cukup makan”. Lebih jauh dari itu, pemenuhan hak atas pangan dapat dipandang sebagai salah satu pilar utama hak azasi manusia. Dalam PP No 68 tahun 2002, tentang Ketahanan Pangan, dinyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat (Tempo Interaktif 2004:1). Hal ini menjadi renungan kita bersama bahwa bagaimana mungkin bisa mencapai prestasi jikalau kebutuhan pangan saja belum terpenuhi?
Petani, sebagai insan yang berperan menghasilkan bahan pangan kondisinya sangat memperihatikan. Petani menghadapi banyak permasalahan dalam perannya menghasilkan bahan pangan. Permasalahan petani dan pertanian di Indonesia begitu kompleks baik secara makro maupun mikro. Secara makro masalah utama pertanian di Indonesia adalah (1) Marginalisasi pertanian, dan (2) Exchange farmer, mayoritas umur petani saat ini 70 tahun dan yang berumur dibawah 30 tahun jumlahnya sedikit, kebanyakan generasi muda enggan menjadi petani.

Pada tingkat petani masalah petani juga semakin banyak. Masalah tersebut diantaranya:
rendahnya pengetahuan/wawasan, rendahnya tingkat keterampilan, kurangnya motivasi, tidak memiliki kemampuan pengelolaan usaha tani, kurangnya dukungan atas modal dan sarana produksi usahatani, kurangnya dukungan kebijakan pemerintah, jarang mendapatkan bimbingan dan conseling berupa penyuluhan dan tidak adanya wahana/tempat petani untuk belajar untuk meningkatkan kemapuan yang dibutuhkannya.
Menemukan atau merancang berbagai solusi alternatif untuk memecahkan masalah di atas memerlukan kemampuan, ketrampilan dan kreativitas pihak-pihak yang terlibat. Mereka harus bisa mengatasi kompleksitas permasalahan yang dihadapi dan merancang solusi-solusi
alternatif yang berkualitas dan dapat memecahkan masalah itu. Selain itu, solusi-solusi tersebut haruslah dapat diterima oleh berbagai pihak yang terkait.


B.       Rumusan Masalah
·      Apa penyebab masalah ekonomi pada produksi pertanian menurun ?

C.       Tujuan Penulisan
·      Untuk mengetahui penyebab masalah ekonomi pada produksi pertanian menurun.



BAB II
PEMBAHASAN

Keadaan Petani yang Menghambat Pembangunan Pertanian
Kesejahteraan petani yang relatif rendah dan menurun saat ini akan sangat menentukan prospek ketahanan pangan. Kesejahteraan tersebut ditentukan oleh berbagai faktor dan keterbatasan, diantaranya yang utama menurut (Bayu Krisnamurthi 2008:1) adalah (a) Sebagian petani miskin karena memang tidak memiliki faktor produktif apapun kecuali tenaga kerjanya (they are poor becouse they are poor); (b) Luas lahan petani sempit dan mendapat tekanan untuk terus terkonversi; (c) Terbatasnya akses terhadap dukungan layanan pembiayaan; (d) Tidak adanya atau terbatasnya akses terhadap informasi dan teknologi yang lebih baik; (e) Infrastruktur produksi (air, listrik, jalan, telekomunikasi) yang tidak memadai (f) Struktur pasar yang tidak adil dan eksploitatif akibat posisi rebut-tawar (bargaining position) yang sangat lemah; dan (g) Ketidak-mampuan, kelemahan, atau ketidak-tahuan petani sendiri.
A.      Pengetahuan 
Sebagian petani tidak mempunyai pengetahuan serta wawasan yang memadai untuk dapat memahami permasalahan mereka, memikirkan pemecahannya, atau memilih pemecahan masalah yang paling tepat untuk mencapai tujuan mereka. Tugas agen penyuluh adalah meniadakan hambatan tersebut dengan cara menyediakan informasi dan memberikan pandangan mengenai masalah yang dihadapi. Di sisi lain, petani sebenarnya memiliki pengetahuan berupa kearifan lokal yang bisa diwariskan kepada generasi berikutnya. Agen penyuluh dapat memberikan bantuan berupa pemberian informasi yang memadai yang bersifat teknis mengenai masalah yang dibutuhkan petani dan menunjukkan cara penanggulanganya. Selama penyuluh belum mampu memberikan informasi yang dibutuhkan petani tersebut, maka kegiatan penyuluhan tidak akan berjalan dengan baik (Sabetghadam 2003:1)
B.       Motivasi 
       Motivasi berasal dari kata motive dan action, artinya bagaimana membuat orang untuk berusaha. Sebagian besar petani kurang memiliki motivasi untuk mengubah perilaku karena perubahan yang diharapkan berbenturan dengan motivasi yang lain. Kadang-kadang penyuluhan dapat Beberapa organisasi penyuluhan bertanggung jawab untuk meniadakan hambatan yang disebabkan oleh kekurangan sumber daya. Kegiatan penyuluhan di Indonesia biasanya berada dibawah Departemen Pertanian seringkali diberikan tanggung jawab untuk mengawasi kredit dan mendistribusikan sarana produksi seperti pupuk. Masalahnya sekarang adalah organisasi yang menyediakan sumber daya tersebut tidak terlibat melainkan dilakukan oleh penyuluh. Seharunsya kegiatan pelayanan dilakukan oleh lembaga service, kegiatan pengaturan dilakukan oleh lembaga regulation dan kegiatan penyuluhan hanya dilakukan oleh lembaga penyuluhan. Apabila ketiga lembaga ini dapat berfungsi dengan baik maka kegiatan pembangunan pertanian
        juga akan berjalan dengan baik.

mengatasi hal demikian dengan membantu petani mempertimbangkan kembali motivasi mereka. Petani kurang dimotivasi berusaha untuk merubah cara-cara tradisional kearah modernisasi. Atau sifat pertanian yang subsisten kurang diarahkan untuk berorientasi pada pasar. Selama petani belum dimotivasi, maka akan menjadi masalah (Heryanti Suryantini 2003:36).
C.       Sumber daya
Beberapa organisasi penyuluhan bertanggung jawab untuk meniadakan hambatan yang disebabkan oleh kekurangan sumber daya. Kegiatan penyuluhan di Indonesia biasanya berada di bawah Departemen Pertanian seringkali diberikan tanggung jawab untuk mengawasi kredit dan mendistribusikan sarana produksi seperti pupuk. Masalahnya sekarang adalah organisasi yang menyediakan sumber daya tersebut tidak terlibat melainkan dilakukan oleh penyuluh. Seharunsya kegiatan pelayanan dilakukan oleh lembaga service, kegiatan pengaturan dilakukan oleh lembaga regulation dan kegiatan penyuluhan hanya dilakukan oleh lembaga penyuluhan. Apabila ketiga lembaga ini dapat berfungsi dengan baik maka kegiatan pembangunan pertanian juga akan berjalan dengan baik.
D.      Wawasan 
Sebagian petani kurang memiliki wawasan untuk memperoleh sumber daya yang diperlukan. Masalah ini hampir sama dengan hambatan pengetahuan, dan peranan penyuluhansangat diperlukan pada keadaan seperti ini. SDM petani harus menyadari bahwa setiap anggota masyarakat akan memiliki kesempatan yang sama untuk berprestasi, saling menghargai satu sama lain, saling mengakui hak dan kewajiban, lebih mengedepankan prestasi ketimbang prestige, bertanggung jawab atas kelangsungan hidupnya dan mementingkan aspek-aspek kehidupan bersama (Soedijanto 2005:91). Tugas penyuluh adalah memberikan pandangan supaya wawasan petani menjadi lebih luas. Petani Adalah Orang yang Terpinggirkan (Marginal).
Kekuasaan petani untuk mengeluarkan pendapat belum diperhatikan. Petani adalahorang yang memiliki status sosial yang rendah, perekonomian yang lemah dan penguasaan tanah yang sangat sempit. Petani lemah inilah yang harus diberdayakan untuk membentuk suatuasosiasi petani. Contoh: Asosiasi petani tebu jawa tengah, Asosiasi petani tebu Jawa timur, dan lain-lain sehingga petani tebu tersebut menjadi kuat. Selain petani, penyuluh juga harusmembentuk asosiasi penyuluh sehingga kuat untuk mempejuangkan nasib petani. Tanpa.berkelompok petani dan penyuluh tidak ada artinya. Penyuluh pertanian akan dapat berjalan seperti yang diharapkan apabila terdapat iklim kerja yang egaliter (Soedijanto 2005:92)
E.       Alih Fungsi Lahan Pertanian 
Laju penyusutan lahan pertanian di Indonesia kian cepat. Penyebabnya adalah fragmentasi lahan atau penyusutan kepemilikan lahan pertanian sebagai dampak sistem bagi waris dan alih fungsi lahan. Ini tercermin dari peningkatan jumlah rumah tangga petani kecil alias gurem, dengan kepemilikan lahan rata-rata 0,34 hektar (Hermas 2008:1).
Bali sebagai daerah pariwisata paling menjadi contoh nyata dalam penyusutan lahan pertanian. Adanya fenomena alih fungsi lahan sawah ke non-pertanian dan musnahnya beberapa sistem subak di suatu daerah di Bali merupakan bagian sekaligus dampak dari modernisasi. Fenomena lain adalah mulai berkembangnya sistem pertanian beririgasi berkelanjutan berbasis sistem irigasi pompa air tanah. Menghadapi kedua fenomena yang bersifat substitusi tersebut, perlu pertimbangan bahwa apabila pertanian masih diyakini sebagai salah satu leading sector dalam perekonomian Bali dan sistem subak masih dipercaya sebagai model kelembagaannya, maka selayaknya eksistensi subak dilestarikan dan bahkan diperkuat secara proporsional guna mendukung pembangunan sektor pertanian yang berkelanjutan (Budiasa 2005:147)
Dalam pembangunan pertanian berkelanjutan, lahan merupakan sumber daya pokok dalam usaha tani karena usaha yang dikembangkan bersifat land base agricultural. Sempitnya lahan pertanian ini dihadapkan pada peningkatan kebutuhan pangan. Badan Ketahanan Pangan Deptan memperkirakan, jumlah penduduk Indonesia tahun 2030 sebanyak 286 juta orang. Penduduk sebanyak itu mengonsumsi beras 39,8 juta ton. Dengan kata lain, dalam waktu 21 tahun lagi, Indonesia memerlukan tambahan produksi beras sekitar 5 juta ton atau perlu tambahan lahan padi 3,63 juta ha (Hermas 2008:1). 
F.        Teknologi Pertanian 
Tenologi yang tepatguna adalah teknologi yang bermakna bagi masyarakat penggunanya. Jadi Iptek yang bermakna adalah yang secara ekonomis menguntungkan dan dapat meningkatkan kesejahteraann, secara teknis dapat dikerjakan dan dimanfaatkan, dan secara sosial-psikologus dapat diterima serta sejalan dengan kebijakan pemerintah. Mungkin saja Iptek baru itu tidak/belum dirasakan dibutuhkan masyarakat dan mungkin pula Iptek tersebut benar-benar telah dibutuhkan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Hal ini tergantung pada “keadaan” masyarakat sasaran (Asngari 2008:11).
Usahatani sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim, curah hujan, dan ketersediaan air irigasi dan sifat-sifat tanah. Oleh karena itu, teknologi usahatani yang sesuai untuk suatu lokasi belum tentu sesuai untuk lokasi lainnya. Dalam kaitan itu, untuk menetapkan anjuran teknologi untuk suatu lokasi, harus didasarkan leh hasil percobaan/penelitian verifikasi di lokasi yang bersangkutan (Tjitropranoto 2005:96).
Teknologi pertanian yang ada saat ini tidak selalu sesuai dengan yang dibutuhkan petani, tetapi didominasi oleh upaya program/proyek untuk pencapaian target produksi yang telah ditetapkan. Pada dasarnya, petani akan mencari teknologi, informasi atau materi penyuluhan kalau dirasakannya berguna untuk kegiatan usaha pertaniannya. Teknologi, informasi ataupun materi penyuluhan pertanian yang dibutuhkan petani adalah yang benar-benar diyakini petani akan menguntungkannya, terjangkau oleh kemampuannya, dan memiliki pasar yang dekat dengan usaha pertaniannya. Materi penyuluhan yang dibutuhkan petani harus didasarkan pada keempatan, kemauan, dan kemampuan petani untuk menrapkan/memanfaatkannya, bukan karena perhitungan yangsecara ilmiah akan menguntungkan (Tjitropranoto 2005:101). 
Asngari (2008:11) menyebutkan bahwa pemanfaatan Iptek tergantung pada klien dan juga tergantung pada para penyuluh. Tentu akan lebih cepat prosesnya bilamana kedua belah pihak tersebut saling aktif dan dinamis mencari sampai menemukan teknologi tepat guna pertanian (TTP).
Meningkatnya harga sarana produksi terutama benih, pupuk, pestisida, pakan ternak dan ikan, menyebabkan adanya kecenderungan teknologi yang dikehendaki petani adalah teknologi yang tidak memerlukan modal besar, lebih kearah teknologi sederhana, walaupun produktivitasnya tidak begitu besar tetapi terjangkau oleh petani, baik dengan modal uang tunai maupun kredit. Teknologi pertanian yang memerlukan sarana produksi yang mahal akan diterapkan oleh pertani selama ada bantuan untuk menerapkannya, misalnya pemberian saranann produksi oleh proyek, tetapi begitu proyek meninggalkan petani, maka mereka akan kembali ke teknologi semula (Tjitropranoto 2005:101).
      Sumardjo (2005:162) menyatakan bahwa kajian Iptek yang disponsori oleh pemerintah di masa           lalu yang cenderung sentralistis, cenderung bias padi dan kurang kondusif dengan perkembangan       inovasi yang spesifik lokal. Hal seperti ini kurang efektif menjawab tantangan kebutuhan inovasi         bagi upaya peningkatan pendapatan petani.
     Meskipun kebijakan pengembangan Balai Pengembangan Teknologi Pertanian (BPTP/LPTP)             dinilai lebih kondusif bagi pengembangan inovasi yang berbasis pada Iptek unggul spesifik lokal        beragam komoditi yang sesuai dengan kebutuhan petani, namun nampaknya lembaga ini kurang      didukung olehtanga ahli baik dalam jumlah maupun kualitas, maupun pendanaan yang memadai untuk menjangkau wilayah kerjany. Dalam hal ini tentu saja masih diperlukan energi untuk mengatasi kelemahan tersebut, baik berupa komitmen pemerintah terhadap pengembangan SDM maupun terhadap pengembangan Iptek dan kelembagaan petani.



G.      Penyuluhan Pertanian 
Istilah penyuluhan pertama kali digagas oleh James Stuart dari Trinity College (Canbridge) pada tahun 1967-68, sehingga kemudian Stuart dikenal sebagai Bapak Penyuluhan
Berbagai istilah digunakan pada berbagai negara menggambarkan proses-proses belajar penyuluhan(e xtention ), seperti’ (1)voorichti ng (Bahasa Belanda) yang berarti memberi penerangan untuk menolong seseorang menemukan jalannya, (2)beratun g (Bahasa Inggris dan Jerman) yang mengandung makna sebagai seorang pakar memberikan petunjuk kepada seseorang tetapi seseorang tersebut yang berhak untuk menentukan pilihannya, (3)erzei ehung (mirip artinya dengan pendidikan di Amerika Serikat) yang menekankan tujuan penyuluhan untuk mengajar seseorang sehingga dapat memecahkan sendiri masalahnya, (3)fordering (Bahasa Austria) yang diartikan sebagai menggiring seseorang ke arah yang diinginkan Van Den Ban, A.W. dan H.S Hawkins (1999; 23-25) .

Secara harfiah penyuluhan berasal dari katasuluh yang berarti obor ataupun alat untuk menerangi keadaan yang gelap. Dari asal perkataan tersebut dapat diartikan bahwa penyuluhan dimaksudkan untuk memberi penerangan ataupun penjelasan kepada mereka yang disukai, agar tidak lagi berada dalam kegelapan mengenai suatu masalah tertentu Van Den Ban, A.W. dan H.S Hawkins (1999; 25) mengartikan penyuluhan sebagai keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Secara sistematis pengertian penyuluhan tersebut adalah proses yang; (1) membantu petani menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan melakukan perkiraan ke depan, (2) membantu petani menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya masalah dari analisis tersebut, (3) Meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu masalah, serta membantu menyusun kerangka berdasarkan pengetahuan yang dimikili petani, (4) membantu petani memperoleh pengetahuan yang khusus berkaitan dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi serta akibat yang ditimbulkannya sehingga mereka mempunyai berbagai alternatif tindakan, (5) membantu petani memutuskan pilihan yang tepat yang menurut pendapat mereka sudah optimal, (6) meningkatkan motivasi petani untuk dapat menerapkan pilihannya, (7) membantu petani untuk mengevaluasi dan meningkatkan keterampilan mereka dalam membentuk pendapat dan mengambil keputusan. 



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
·         Semakin pesat jumlah penduduk maka kebutuhan akan pangan semakin meningkat
·         Para petani Indonesia dari tahun ke tahun berlomba-lomba menciptkan varietasi baru yang lebih unggul agar dapat bersaing dengan pasar pertanian internasional
·         Keadaan iklim sangat mempengaruhi keberhasilan panen para petani
·         Para petani Indonesia berusaha untuk mengoptimalkan pendapatan mereka agar dapat memenuhi kebutuhan mereka
·         Dari tahun ke tahun para petani para petani indonesia semakin mengerti akan manfaat dari sumber Daya Alam sekitar mereka
B.       Saran
Untuk mengatasi masalah ekonomi pada produksi pertanian seharusnya pemerintah memberi bantuan berupa modal dan pengetahuan para petani agar produksi pertanian di negaranya tidak tergantung ke negara lain atau yang disebut impor.



No comments :

Post a Comment