iklan

Saturday, 4 October 2014

PERS YANG BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB SESUAI DENGAN KODE ETIK JURNALISTIK



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Istilah pers tidak asing terdengar di telinga kita semua, berbicara tentang pers berarti akan menyangkut aktivitas jurnalistik. Terkadang istilah pers, jurnalistik, dan komunikasi massa menjadi tercampur baur dan saling tertukar pengertiannya. Apabila pers merupakan salah satu bentuk komunikasi mass, maka jurnalistik merupakan kegiatan untuk mengisinya
.Beberapa ahli politik berpendapat bahwa pers merupakan kekuatan keempat dalam sebuah negara setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pendapaat tersebut sekiranya tidak berlebihan karena kenyataannya pers dapat menciptakan/membentuk opini masyarakat luas, sehingga mampu menggerakkan kekuatan yang sangat besar.
Dalam era demokratisasi ini, pers telah merasakan kebebasan sehingga peranan dan fungsi pers dapat dirasakan dan dinikmati masyarakat. Pada masa reformasi ini, kebebasan pers telah di buka lebar-lebar. Pers mendapatkan kebebasan untuk melakukan kritik social terhadap pemerintah. Pers bebas untuk bergerak dalam melakukan pemberitaan. Meskipun bebas, tetapi pers tetap bertanggung jawab dalam pemberitaannya. Pemerintah pun tetap melakukan control terhadap kebebasan pers dalam kehidupan sehari-hari.

B.  Rumusan Masalah
·      Apa pengertian pers dan kebebasan pers ?
·      Bagaimana pers yang bebas tapi bertanggung jawab ?
·      Bagaimana kode etik jurnalistik ?

C.  Tujuan
·      Mengetahui pengertian pers dan kebebasan pers
·      Mengetahui pers yang bebas bertanggung jawab
·      Untuk mengethaui kode etik jurnalistik
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pers dan Kebebasan Pers
Secara etimologis berasal dari  bahasa Inggris berarti “press” dan bahasa Belanda, “persen atau pers”, yang artinya menekan atau mengepres. Istilah ini menunjuk pada semacam alat lempengan dari besi yang di antara dua lembar besi tersebut diletakkan suatu barang kemudian ditekan untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Hal ini yang dimaksudkan adalah mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk menghasilkan cetakan pada lembaran kertas.
Pengertian umum tentang pers adalah segala usaha dari alat-alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan hiburan, peristiwa, dan berita yang terjadi atau lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melakukan kegiatan jurnalistik.
Undang-undang No. 40 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1 memberi definisi pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan jenis saluran yang tersedia.
Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian sempit. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers.
Dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak.
Kebebasan pers (freedom of the press) adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebar luaskan, pencetakan dan penerbitkan surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah. Selain itu kebebasan pers juga dapat diartikan sebagai hak warga masyarakat untuk mengetahui (right to know) masalah-masalah atau fakta publik, dan di sisi lainnya hak warga masyarakat dalam mengekspresikan pikiran dan pendapatnya (right to expression). Kedua dimensi hak ini saling bertalian. Untuk memiliki pikiran dan pendapat tentang masalah publik, warga masyarakat dengan sendirinya harus mendapat informasi yang benar.
Dalam Ketetapan MPRS No. XXXII/MPRS/1966 merumuskan “kebebasan pers Indonesia adalah kebebasan untuk menyatakan serta menegakkan kebenaran dan keadilan, dan bukanlah kebebasan dalam pengertian liberalisme”.

B.        Pers Bebas dan Bertanggung Jawab
Indonesia saat ini resminya menganut sistem pers yang bebas dan bertanggung jawab. Konsep ini mengacu ke teori “pers tanggung jawab sosial”. Asumsi utama teori ini adalah bahwa kebebasan mengandung di dalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan.
Dalam UU No. 40 Tahun 1999 kebebasan pers disebut dengan istilah kemerdekaan pers. Dalam UU tersebut menyatakan sebagai berikut :
1.      Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum (pasal 2).
2.      Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (pasal4ayat1).
3.      Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2).
4.      Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (pasal 4 ayat 3).


5.      Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak (pasal 4 ayat 4).
6.      Wartawan bebas memilih organisasi wartawan (pasal 7 ayat 1).
7.      Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum (pasal 8).

Dari ketentuan-ketentuan tersebut tampak jelas bahwa pers Indonesia adalah pers yang bebas. Akan tetapi kebebasan tersebut harus diimbangi dengan melakukan kewajiban-kewajiban tertentu. Kewajiban-kewajiban pers trsebut antara lain:
1.       Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (pasal 5 ayat 1).
2.       Pers wajib melayani Hak Jawab (pasal 5 ayat 2).
3.       Pers wajib melayani Hak Tolak (pasal 5 ayat 3).
4.       Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik yang disepakati oleh organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers (pasal 7 ayat2 dan penjelasan).
5.       Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen (pasal 15 ayat 1).

C.      Kode Etik Jurnalistik
Etik atau etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti kebiasaan, adat, watak. Kata yang dekat dengan etika adalah moral yang berasal dari bahasa latin mores yang artinya adat kebiasaan. Etika merupakan semacam pegangan bagi perilaku manusia dalam kehidupa masyarakat.
Kode etik adalah norma atau asas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai pedoman tingkah laku. Orang-orang yang bekerja dalam suatu profesi tertentu perlu melengkapi dirinya dengan kode etik. Dengan adanya kode etik diharapka perilaku mereka dalam bekerja dan bertugas sesuai dengan nilai-nilai etik atau moral yang baik.
Kode Etik Jurnalistik menjadi pegangan para insan pers dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Kode etik menjadi landasan moral atau etika profesi guna menjamin kebebasan pers dan terpenuhinya hak-hak masyarakat serta sebagai pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas para insan pers. Saat ini dewan pers sudah menetapkan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang telah disepakati oleh organisasi-organisasi wartawan.
   Di dalam pernyataan Kode Etik Jurnalistik (yang ditetapkan PWI) memberikan petunjuk-petunjuk, antara lain tentang hal-hal sebagai berikut :
1.    Kepribadian dan integritas wartawan Indonesia
-       Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa pancasila dan taat kepada UUD 1945.
-       Dengan penuh rasa tanggung jawab dan kebijaksanaan mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan berita, tuisan dan gambar yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan.
-       Tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang menyesatkan, memutarbalikkan fakta, bersifat fitnah, cabul,sadis dan sensasi yang berlebihan.
-       Tidak menerima imbalan untuk menyiarkan berita atau tidak menyiarkan berita yang dapat merugikan seseorang atau pihak tertentu.
2.    Cara pembeitaan yang dilakukan wartawan Indonesia
-       Menyajikan berita secara berimbang, adil, cermat, dan berkualitas.
-       Menghormati serta menjunjung tinggi pribadi seseorang, tidak merugikan nama baik dan perasaan susila seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.
-       Menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, dan jujur.
-       Dalam pemberitaan kejahatan susila tidak menyebut nama dan identitas korban. Selain itu, penyebutan identitaspelaku kejahatan yang masih di bawah umur juga di larang.
-       Dalam penulisan judulharus mencerminkan isi berita.
3.    Wartawan Indonesia dalam mencari /memperoleh sumber berita
-       Dengan cara sopan dan terhormat.
-       Secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang ternyata kurang akurat dan memberi hak jawab secara proporsional.
-       Meneliti kebenaran sumber berita.
-       Tidak melakukan plagiat, tidak mengutip berita, tulisan atau gambar tanpa menyebut sumbernya.
-       Menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebutkan nama atau identitasnya.
-       Menghormati ketentuan embargo dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita diminta untuk dirahasiakan .
Lima kendati yang benar-benar harus diperhatikan oleh praktisi pers atau siapa saja yang kegiatannya berkaitan dengan pers yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
v  Aspek Moral Individu
Aspek moral individu adalah individu seorang wartawan atau individu praktisi humas. Artinya, apakah ia memiliki cukup moral untuk menulis sesuatu atau praktisi humas dalam menyiarkan siaran pers.
v  Kode Etik Profesi
Dalam menjalankan profesinya insane pers harus memegang teguh kode etik, sehinggah tidak kebablasan. Kode etik memang memang tidak mempunyai sanksi dan yang berhak menyatakan apakah seorang wartawan melanggar kode etik atau tidak adalh ososiasi profesi itu sendiri.
v  Prnsip-prinsip Ekonomi dan Bisnis
Media massa sekarang ini telah menjadi suatu bidang usaha yang banyak diminati. Media massa yang tidak memuat sajian yang berkualitas tidak akan diminati khalayak dan akibat lanjutnya para pengusaha enggan memasang iklan dipenerbitan yang demikian.
v  Norma dan Tata Nilai Masyarakat
Masyarakat mempunyai tata nilai dan norma-norma yang dipegang teguh dan dijunjung tinggi. Oleh karenanya, insan pers atau yang membuat pernyataan pers harus memperhatikan hal ini.
v  Undang-Undang Hukum Pers
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) merupakan kendati yang terkhir bila batasan-batasan di atas di abaikan. Hukum pidana tidak dapat diabaikan oleh praktisi pers karena berakibat dia berurusan dengan aparat penegak hukum dan lebih jauh lagi bisa masuk penjara.



    



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Negara demokrasi adalah negara yang memberi jaminan atas hak asasi manusia termasuk kebebasan dalam mengeluarkan pikiran atau pendapat baik secara lisan maupun tertulis. Kebebasan media, dalam hal ini pers adalah bukti nyata adanya jaminan kemerdekaan mengeluarkan pendapat tersebut. Pers yang bebas adalah salah satu pilar bagi tegaknya demokrasi. Demokrasi dan masyarakat demokratis membutuhkan pers yang bebas. Namun kebebasan pers bukanlah kebebasan murni atau benar-benar bebas. Sesui teori social Responsibility, pers memiliki kebebasan dan tanggung jawab. Adanya  prinsip pertanggungjawaban ini akan menekan prinsip kebebasan yang dimiliki pers. Pers yang tidak bertanggung jawab dapat menciptakan penyalagunaan akan kebebasan yang dimilikinya.
Adapun bentuk- bentuk penyalagunaan kebebasan pers antara lain sebagai berikut:
1.    Penyiaran berita yang tidak memenuhi kode etik jurnalistik
         Pemberitaan yang bebas, tergesa-gesa, dan sesuka hati adalah pemberitaan yang menyalahi kode etik jurnalistik. Contohnya kesalahan prnyebutan nama tersangka dan kurang jelasnya suatu gambar atau peristiwa.
2.    Peradilan oleh pers (Trial by pers)
Pemberitaan yang terus menerus pada satu pihak, sedangkan pihak lain yang terlibat tidak ciberitakan akan menghasilkan berita yang tidak seimbang. Seseorang terasa diadili oleh pers karena pemberitaan yang tidak seimbang tersebut.
3.    Membentuk opini yang menyesatkan
Tulisan-tulisan yang dimuat oleh pers kadang menciptakan opini yang sebaliknya dari seseorang. Opini yang tercipta justru menyesatkan karena tidak benar dan tidak sesuai dengan fakta.
4.    Tulisan-tulisan bernada fitnah dan provokatif
         Kadang kala tulisan yang dimuat sangat vulgar, yaitu menceritakan kejadian yang dapat memicu keterlibatan pihak lain dan dapat memancing emosi. Contohnya pemberitaan tentang perang antarsuku yang memberitakan cerita pembantaian sebuah keluarga oleh suku lain.
5.    Berita bohong
Berita yang tidak kuat sumbernya dapat menciptakan berita yang idak benar alias berita bohong.

Syamul Mu’arif, Menteri Negara Komunikasi dan Informasi pada masa kabinet Megawati Soekarno Putri pernah mengemukakan adanya 5 penyakit pers, yaitu : Pornografi , Character assasination(pembunuhan karakter), Berita palsu, Provokstif dan iklan menyesatkan dan Wartawan yang tidak profesional (wartawan bodreks)

B.     Saran
Pers di indonesia hendaknya menjadi pers yang dapat bekerja sebagai pemberi informasi yang baik. Sehingga nantinya informasi yang didapatkan oleh masyarakat adalah informasi yang bermutu. Kebebasan yang didapatkan oleh pers seharusna bisa menunjang kerja pers, sehinnga informasi yang dikeluarkan oleh pers dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.


DAFTAR PUSTAKA

http://hasbiahfuji.blogspot.com/2013/01/makalah-kode-etik-jurnalistik-dan_28.html

No comments :

Post a Comment