BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah pers tidak asing terdengar di telinga kita
semua, berbicara tentang pers berarti akan menyangkut aktivitas jurnalistik.
Terkadang istilah pers, jurnalistik, dan komunikasi massa menjadi tercampur
baur dan saling tertukar pengertiannya. Apabila pers merupakan salah satu
bentuk komunikasi mass, maka jurnalistik merupakan kegiatan untuk mengisinya
.Beberapa ahli
politik berpendapat bahwa pers merupakan kekuatan keempat dalam sebuah negara
setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pendapaat tersebut sekiranya
tidak berlebihan karena kenyataannya pers dapat menciptakan/membentuk opini
masyarakat luas, sehingga mampu menggerakkan kekuatan yang sangat besar.
Dalam era demokratisasi ini, pers telah merasakan
kebebasan sehingga peranan dan fungsi pers dapat dirasakan dan dinikmati
masyarakat. Pada masa reformasi ini, kebebasan pers telah di buka lebar-lebar.
Pers mendapatkan kebebasan untuk melakukan kritik social terhadap pemerintah.
Pers bebas untuk bergerak dalam melakukan pemberitaan. Meskipun bebas, tetapi
pers tetap bertanggung jawab dalam pemberitaannya. Pemerintah pun tetap
melakukan control terhadap kebebasan pers dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
·
Apa pengertian pers dan
kebebasan pers ?
·
Bagaimana pers yang
bebas tapi bertanggung jawab ?
·
Bagaimana kode etik
jurnalistik ?
C. Tujuan
·
Mengetahui pengertian
pers dan kebebasan pers
·
Mengetahui pers yang
bebas bertanggung jawab
·
Untuk mengethaui kode
etik jurnalistik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pers dan Kebebasan Pers
Secara etimologis
berasal dari bahasa Inggris berarti “press” dan bahasa Belanda, “persen atau pers”,
yang artinya menekan atau mengepres. Istilah ini menunjuk pada semacam alat
lempengan dari besi yang di antara dua lembar besi tersebut diletakkan suatu
barang kemudian ditekan untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Hal ini
yang dimaksudkan adalah mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk
menghasilkan cetakan pada lembaran kertas.
Pengertian umum tentang
pers adalah segala usaha dari alat-alat komunikasi massa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan hiburan, peristiwa, dan berita yang terjadi atau
lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melakukan kegiatan jurnalistik.
Undang-undang No. 40
Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1 memberi definisi pers adalah lembaga sosial dan
wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data
dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik, dan jenis saluran yang tersedia.
Dalam perkembangannya
pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam
pengertian sempit. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi
massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/menyebarkan
informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok
orang kepada orang lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio,
jurnalistik televisi, jurnalistik pers.
Dalam pengertian sempit,
pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses
percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah
bulanan dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak.
Kebebasan pers (freedom
of the press) adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau
perlindungan hukum yang berkaitan dengan dengan media dan bahan-bahan yang
dipublikasikan seperti menyebar luaskan, pencetakan dan penerbitkan surat
kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan
atau perlakuan sensor dari pemerintah. Selain itu kebebasan pers juga dapat
diartikan sebagai hak warga masyarakat untuk mengetahui (right to know)
masalah-masalah atau fakta publik, dan di sisi lainnya hak warga masyarakat
dalam mengekspresikan pikiran dan pendapatnya (right to expression). Kedua
dimensi hak ini saling bertalian. Untuk memiliki pikiran dan pendapat tentang
masalah publik, warga masyarakat dengan sendirinya harus mendapat informasi
yang benar.
Dalam Ketetapan MPRS No.
XXXII/MPRS/1966 merumuskan “kebebasan pers Indonesia adalah kebebasan untuk
menyatakan serta menegakkan kebenaran dan keadilan, dan bukanlah kebebasan
dalam pengertian liberalisme”.
B.
Pers Bebas dan
Bertanggung Jawab
Indonesia saat ini
resminya menganut sistem pers yang bebas dan bertanggung jawab. Konsep ini
mengacu ke teori “pers tanggung jawab sosial”. Asumsi utama teori ini adalah
bahwa kebebasan mengandung di dalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan.
Dalam UU No. 40 Tahun
1999 kebebasan pers disebut dengan istilah kemerdekaan pers. Dalam UU tersebut
menyatakan sebagai berikut :
1.
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan
rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum
(pasal 2).
2.
Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi
warga negara (pasal4ayat1).
3.
Terhadap pers nasional tidak dikenakan
penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2).
4.
Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers
nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan
informasi (pasal 4 ayat 3).
5.
Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan
di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak (pasal 4 ayat 4).
6.
Wartawan bebas memilih organisasi wartawan
(pasal 7 ayat 1).
7.
Dalam melaksanakan profesinya wartawan
mendapat perlindungan hukum (pasal 8).
Dari ketentuan-ketentuan tersebut tampak
jelas bahwa pers Indonesia adalah pers yang bebas. Akan tetapi kebebasan
tersebut harus diimbangi dengan melakukan kewajiban-kewajiban tertentu.
Kewajiban-kewajiban pers trsebut antara lain:
1.
Pers nasional berkewajiban memberitakan
peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan
masyarakat serta asas praduga tak bersalah (pasal 5 ayat 1).
2.
Pers wajib melayani Hak Jawab (pasal 5
ayat 2).
3.
Pers wajib melayani Hak Tolak (pasal 5
ayat 3).
4.
Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik
Jurnalistik yang disepakati oleh organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan
Pers (pasal 7 ayat2 dan penjelasan).
5.
Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers
dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen
(pasal 15 ayat 1).
C.
Kode Etik Jurnalistik
Etik atau etika berasal
dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti kebiasaan, adat,
watak. Kata yang dekat dengan etika adalah moral yang berasal dari bahasa latin
mores yang artinya adat kebiasaan. Etika merupakan semacam pegangan bagi
perilaku manusia dalam kehidupa masyarakat.
Kode etik adalah norma
atau asas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai pedoman tingkah
laku. Orang-orang yang bekerja dalam suatu profesi tertentu perlu melengkapi
dirinya dengan kode etik. Dengan adanya kode etik diharapka perilaku mereka
dalam bekerja dan bertugas sesuai dengan nilai-nilai etik atau moral yang baik.
Kode Etik
Jurnalistik menjadi pegangan para insan pers dalam melaksanakan peran dan
fungsinya. Kode etik menjadi landasan moral atau etika profesi guna menjamin
kebebasan pers dan terpenuhinya hak-hak masyarakat serta sebagai pedoman
operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas para insan pers.
Saat ini dewan pers sudah menetapkan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang
telah disepakati oleh organisasi-organisasi wartawan.
Di dalam pernyataan Kode Etik
Jurnalistik (yang ditetapkan PWI) memberikan petunjuk-petunjuk, antara lain
tentang hal-hal sebagai berikut :
1.
Kepribadian dan integritas wartawan Indonesia
-
Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa pancasila dan taat
kepada UUD 1945.
-
Dengan penuh rasa tanggung jawab dan
kebijaksanaan mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan berita, tuisan dan
gambar yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan
kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu
golongan.
-
Tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang menyesatkan,
memutarbalikkan fakta, bersifat fitnah, cabul,sadis dan sensasi yang
berlebihan.
-
Tidak menerima imbalan untuk menyiarkan berita atau tidak menyiarkan berita
yang dapat merugikan seseorang atau pihak tertentu.
2.
Cara pembeitaan yang dilakukan wartawan Indonesia
-
Menyajikan berita secara berimbang, adil, cermat, dan berkualitas.
-
Menghormati serta menjunjung tinggi pribadi seseorang, tidak merugikan nama
baik dan perasaan susila seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.
-
Menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, dan jujur.
-
Dalam pemberitaan kejahatan susila tidak menyebut nama dan identitas
korban. Selain itu, penyebutan identitaspelaku kejahatan yang masih di bawah
umur juga di larang.
-
Dalam penulisan judulharus mencerminkan isi berita.
3.
Wartawan Indonesia dalam mencari /memperoleh sumber berita
-
Dengan cara sopan dan terhormat.
-
Secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang ternyata kurang
akurat dan memberi hak jawab secara proporsional.
-
Meneliti kebenaran sumber berita.
-
Tidak melakukan plagiat, tidak mengutip berita, tulisan atau gambar tanpa
menyebut sumbernya.
-
Menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan yang bersangkutan untuk
tidak disebutkan nama atau identitasnya.
-
Menghormati ketentuan embargo dan tidak menyiarkan informasi yang oleh
sumber berita diminta untuk dirahasiakan .
Lima kendati yang benar-benar harus diperhatikan oleh praktisi pers atau siapa saja yang kegiatannya
berkaitan dengan pers yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
v
Aspek Moral Individu
Aspek moral individu adalah individu seorang wartawan
atau individu praktisi humas. Artinya, apakah ia memiliki cukup moral untuk
menulis sesuatu atau praktisi humas dalam menyiarkan siaran pers.
v
Kode Etik Profesi
Dalam menjalankan profesinya insane pers harus
memegang teguh kode etik, sehinggah tidak kebablasan. Kode etik memang memang
tidak mempunyai sanksi dan yang berhak menyatakan apakah seorang wartawan
melanggar kode etik atau tidak adalh ososiasi profesi itu sendiri.
v
Prnsip-prinsip Ekonomi dan Bisnis
Media massa sekarang ini telah menjadi suatu bidang
usaha yang banyak diminati. Media massa yang tidak memuat sajian yang
berkualitas tidak akan diminati khalayak dan akibat lanjutnya para pengusaha
enggan memasang iklan dipenerbitan yang demikian.
v
Norma dan Tata Nilai Masyarakat
Masyarakat mempunyai tata nilai dan norma-norma yang
dipegang teguh dan dijunjung tinggi. Oleh karenanya, insan pers atau yang
membuat pernyataan pers harus memperhatikan hal ini.
v
Undang-Undang Hukum Pers
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) merupakan
kendati yang terkhir bila batasan-batasan di atas di abaikan. Hukum pidana
tidak dapat diabaikan oleh praktisi pers karena berakibat dia berurusan dengan
aparat penegak hukum dan lebih jauh lagi bisa masuk penjara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Negara
demokrasi adalah negara yang memberi jaminan atas hak asasi manusia termasuk
kebebasan dalam mengeluarkan pikiran atau pendapat baik secara lisan maupun
tertulis. Kebebasan media, dalam hal ini pers adalah bukti nyata adanya jaminan
kemerdekaan mengeluarkan pendapat tersebut. Pers yang bebas adalah salah satu
pilar bagi tegaknya demokrasi. Demokrasi dan masyarakat demokratis membutuhkan
pers yang bebas. Namun kebebasan pers bukanlah kebebasan murni atau benar-benar
bebas. Sesui teori social Responsibility, pers memiliki kebebasan dan tanggung
jawab. Adanya prinsip pertanggungjawaban ini akan menekan prinsip
kebebasan yang dimiliki pers. Pers yang tidak bertanggung jawab dapat
menciptakan penyalagunaan akan kebebasan yang dimilikinya.
Adapun bentuk- bentuk
penyalagunaan kebebasan pers antara lain sebagai berikut:
1.
Penyiaran berita yang tidak memenuhi kode
etik jurnalistik
Pemberitaan
yang bebas, tergesa-gesa, dan sesuka hati adalah pemberitaan yang menyalahi
kode etik jurnalistik. Contohnya kesalahan prnyebutan nama tersangka dan kurang
jelasnya suatu gambar atau peristiwa.
2.
Peradilan oleh pers (Trial by pers)
Pemberitaan yang terus
menerus pada satu pihak, sedangkan pihak lain yang terlibat tidak ciberitakan
akan menghasilkan berita yang tidak seimbang. Seseorang terasa diadili oleh
pers karena pemberitaan yang tidak seimbang tersebut.
3.
Membentuk opini yang menyesatkan
Tulisan-tulisan yang
dimuat oleh pers kadang menciptakan opini yang sebaliknya dari seseorang. Opini
yang tercipta justru menyesatkan karena tidak benar dan tidak sesuai dengan
fakta.
4.
Tulisan-tulisan bernada fitnah dan provokatif
Kadang
kala tulisan yang dimuat sangat vulgar, yaitu menceritakan kejadian
yang dapat memicu keterlibatan pihak lain dan dapat memancing emosi. Contohnya
pemberitaan tentang perang antarsuku yang memberitakan cerita pembantaian
sebuah keluarga oleh suku lain.
5.
Berita bohong
Berita yang tidak kuat
sumbernya dapat menciptakan berita yang idak benar alias berita bohong.
Syamul Mu’arif, Menteri
Negara Komunikasi dan Informasi pada masa kabinet Megawati Soekarno Putri
pernah mengemukakan adanya 5 penyakit pers, yaitu : Pornografi , Character
assasination(pembunuhan karakter), Berita palsu, Provokstif dan iklan
menyesatkan dan Wartawan yang tidak profesional (wartawan bodreks)
B. Saran
Pers di
indonesia hendaknya menjadi pers yang dapat bekerja sebagai pemberi informasi
yang baik. Sehingga nantinya informasi yang didapatkan oleh masyarakat adalah
informasi yang bermutu. Kebebasan yang didapatkan oleh pers seharusna bisa
menunjang kerja pers, sehinnga informasi yang dikeluarkan oleh pers dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://hasbiahfuji.blogspot.com/2013/01/makalah-kode-etik-jurnalistik-dan_28.html
No comments :
Post a Comment