iklan

Wednesday 3 December 2014

makalah perkembangan sosial dan pribadi anak



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penyusun ucapkan puji syukur kepada Allah SWT. Karena berkahan dan ridho-Nya, penyusun bisa menyelesaikan makalah tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul “Perkembangan Sosial dan Pribadi Anak”, kami susun guna memenuhi tugas kuliah.
Tak lupa juga nada terima kasih penyusun ucapkan kepada berbagai pihak yang telah ikut berperan dalam penyusunan makalah ini. Penyusun ucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada:
1.      Ibu Aprima Tirsa, S.Pd selaku dosen yang senantiasa membimbing kami para mahasiswanya.
2.      Para bloger yang tak henti-hentinya berbagi ilmu dengan cara memposting artikel-artikel ke situs mereka.
3.      Teman-teman sekelas yang terkadang juga sering mengajak untuk berdiskusi
Seperti halnya manusia, makalah kami ini juga mempunyai banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak yang telah membaca demi perbaikan selanjutnya.
Akhir kata, penyusun ucapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Nanga Pinoh,    November 2014
Penyusun





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A.    Latar Belakang........................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah...................................................................................... 2
C.     Tujuan Penulisan........................................................................................ 2
BAB II PERKEMBANGAN SOSIAL DAN PRIBADI ANAK........................ 2
A.    Perkembangan Sosioemosional dan Hubungan Pertemanan...................... 2
B.     Perkembangan Identitas Diri...................................................................... 5
C.     Perkembangan Kesadaran Identitas Jenis Kelamin.................................... 7
D.    Perkembangan Moral.................................................................................. 8
E.     Implikasi bagi Pengembangan Lingkungan Belajar yang Kondusif.......... 8
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 10
A.    Kesimpulan................................................................................................. 10
B.     Saran........................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 11

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi; meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orangtua ini lazim disebut sosialisasi.
Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial. Pada usia anak, bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu adalah pembangkangan (negativism), agresi (aggression), berselisih/bertengkar (quarreling), menggoda (teasing), persaingan (rivalry), kerja sama (cooperation), tingkah laku berkuasa (ascendant behavior), mementingkan diri sendiri (selfishness), simpati (sympathy).
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang. Namun, apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orang tua yang kasar, sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan, pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun tatakrama/budi pekerti, cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti : (1) minder, (2) senang mendominasi orang lain, (3) egois/selfish, (4) senang menyendiri, (5) kurang memiliki sifat tenggang rasa, (6) kurang mempedulikan norma dalam berperilaku.

B.       Rumusan Masalah
1.             Bagaimana perkembangan sosioemosional dan hubungan pertemanan ?
2.             Bagaimana perkembangan identitas diri ?
3.             Bagaimana perkembangan kesadaran identitas jenis kelamin ?
4.             Bagaimana perkembangan moral ?
5.             Bagaimana implikasi bagi pengembangan lingkungan belajar yang kondusif ?

C.      Tujuan Penulisan
1.             Untuk mengetahui perkembangan sosioemosional dan hubungan pertemanan
2.             Untuk mengetahui perkembangan identitas diri
3.             Untuk mengetahui perkembangan kesadaran identitas jenis kelamin
4.             Untuk mengetahui perkembangan moral
5.             Untuk mengetahui implikasi bagi pengembangan lingkungan belajar yang kondusif





BAB II
PERKEMBANGAN SOSIAL DAN PRIBADI ANAK

A.    Perkembangan Sosioemosional dan Hubungan Pertemanan
1.      Perkembangan Sosioemosional
Penjelasan tentang bagaimana berkembangnya aspek sosioemosional anak sebenarnya tergantung pada teori atau pandangan mana yang digunakan. Dalam hal ini di kenal tiga pandangan utama yang menjelaskan fenomena perkembangan sosioemosonal anak, yakniteori etologi, teori belajar-sosial, dan teori kognisi.
Dalam perkembangan sosiemosi anak ini ada beberapa faktor penting yang sangat berpengaruh, yakni perlakuan dan cara pengasuhan orang tua, kesusuaian bayi dengan pengasuh, dan temperamen bayi. Bila anak sudah memasuki sekolah, guru dan teman sebayanya merupakan pihak lain yang secara signitifikan akan mempengaruhi aspek ini.
a.       Perlakuan dan Cara Pengasuhan Orang Tua
Salah satu unsur yang sangat dominan pengaruhnya dalam perkembangan sosioemosional anak, khususnya pada tahap-tahap awal perkembangan, adalah perlakuan dan cara pengasuhan orang tua. Orang tua adalah orang yang lazimnya memiliki paling banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan anak. Pengalamn-pengalaman interaksional awal anak dengan orang tua akan menjadi dasar bagi pembentukan dan perkembangan pola-pola sosiemosional anak yang bersangkutan.
Unsure lain yang juga akan memeperngaruhi perkembangan sosioemosi anak adalah gaya pengasuhan orang tua. Secara garis besar, ada tiga tipe gaya pengasuhan orang tua yaitu otoriter, permisif, dan otoritatif. Masing-masing tipe ini akan memiliki dampak yang berbeda terhadap perkembangan sosioemosi anak. Anak yang di besarkan pada keluarga yang otoriter akan cenderung mudah kaget, agresif, kehilangan gairah, dan berprilaku slaah; anak yang dibesarkan dalam keluarga permisif akan cenderung impulsive, kehilangan control, tidak matang, tidak patuh, serta kurang berpartisipasi dalam permainan dan interaksi social; dan anak yang di besarkan pada keluarga otoritatif akan cenderung independen, percaya diri, dan memiliki rasa ingin tahu yang kuat.

b.      Kesesuaian anatar Bayi dan Pengasuh
Dalam keluarga-keluarga modern, sering kali kehadiran pembantu rumah tangga atau pengasuh anak merupakan suatu hal yang sangat diperlukan. Oleh karena itu, di samping orang tua, pengasuh ini menjadi bagian penting dari kehidupan anak. Dalam proses interaksi antara pengasuh dan anak, perilaku mereka bias saling mempengaruhi dan menyesuaikan diri satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat menumbuhkan persesuaian perilaku di antara keduanya. Ketidakcocokan antara perilaku pengasuh dan bayi bias menimbulkan dampak negative yang serius dalam diri anak, seperti anak mangalami stress, murung, frustasi, dan bahkan menimbulkan rasa kebencian.

c.       Temperamen Bayi
Interaksi orang tua atau pengasuh dengan bayi dipengaruhi juga oleh unsure internal atau factor klepribadia bayi. Akan tetapi, konsep kepribadian bayi masih terbatas pada ekspresi dan respons terhadap stimulus lingkungan. Satu hal penting dari unsure kepribadian bayi adalah temperamen, yakni cara berprilaku bayi yang di pengaruhi oleh apek genetis dan lingkungan. Dalam hal ini, ada tiga gaya perilaku bayi yang dapat di identifikasi, yaitu : bayi yang mudah, bayi yang sulit, dan bayi yang lamban. Cirri bayi yang mudah adalah meliliki keteraturan, adaptif, bahagia, dan mau mendekati objek atau orang baru. Bayi yang sulit cenderung tidak teratur, tidak senang terhadap perubahan situasi, sering menangis, mnampakkan perasaan negative. Bayi yang lamban cenderung kurang adaftif, menarik diri, kurang aktif, dan intensitas respons kurang.

2.      Hubungan  Pertemanan (Rekan Sebaya)
Salah satu dimensi dan perkembangan sosioemosional anak adalah hubungan pertemanan. Hubungan pertemanan di tandai dengan semakin terlihatnya anak dalam aktivitas atau interaksi dengan teman sebaya. Sekurang-kurangnya ada dua factor utama yang mendorong anak untuk membangun hubungan pertemanan ini. Pertama adalah karena dikuasainya perangkat keterampilan fisik dan komunikasi oleh anak sehingga memungkinkan ia untuk lebih memperluas jaringan hubungan dengan orang lain. Kedua, karena kelompok teman sebaya dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan social anak.
Dilihat dari factor-faktor yang mempengaruhinya, sekurang-kurangnya ada lima unsure determinan yang mempengarugi hubungan pertemanan ini, yakni kesamaan usia, situasi, keakraban, ukuran kelompok, perkembangan kognisi. Salah satu bentuk khusus dari hubungan pertemanan yang mungkin dialami oleh anak usia SD adalah persahabatan. Persahabatan adalah hubungan yang intens dan lama antara dua atau beberapa anak yang diwarnai oleh loyalitas, keintiman, dan saling menyayangi. Terjalinnya persahabatan dapat di dorong oleh unsure kesamaan (usia, jenis kelamin, ras, orientasi pendidikan, orientasi budaya dan sejenisnya), minat, keterbukaan diri, saling berbagi informasi dan keinginan pemecahan masalah.

B.     Perkembangan Identitas Diri (Self Identity)
Salah satu unsure kepribadian terpenting adalah konsep diri ( self-concept), yakni keseluruhan persepsi seseorang tentang dirinya—abilitas, perilaku, harga diri, dan kepribadiannya. Konsep diri seseorang akan sangat mempengaruhi cara yang bersangkutan melihat dan memperlakukan dirinya sendiri dan cara-cara ia berinteraksi dengan lingkungannya. Konsep diri ini banyak dimensinya, namun yang akan dideskripsikan di sini dibatasi pada penjelasan tentang konsep identitas diri (self Identity) dari Erikson.
Erikson berpendapat bahwa tema utama kehidupan ialah pencarian identitas. Identitas diri seseorang ini tidak sekedar menyangkut pemahaman dan penerimaan dirinya sendiri, melainkan selalu terkait pula dengan pemahaman dan penerimaan terhadap masyarakat (lingkungan). Identitas pribadi seseorang terbentuk melalui perkembangan proses krisis psikososial. Menurutnya, setiap individu akan dihadapkan pada krisis-krisis kehidupan dalam setiap fase perkembangannya. Jika kepribadian yang sehat atau terintegrasi dari kemampuan untuk menguasai lingkungan. Sebaliknya, kalau seseorang gagal menyelesaikan krisis-krisis tersebut, ia akan menjadi orang yang hanyut dalam arus kehidupan.
1.      Kepercayaan Lawan Ketidakpercayaan (Basic Trust vs Basic Mistrust)
Kepercayaan dasar (basic trust) ialah kepercayaan yang sifatnya fundamental pada diri bayi kepada orang lain dan lingkungannya. Kepercayaan dasar ini juga mencakup kepercayaan dan perasaan bahwa dirinya dipercayai dan bahwa ada keterkaitan antara kebutuhan-kebutuhan dirinya dengan lingkungannya. Bayi yang memiliki kepercayaan dasar dapat memperkirakan bahwa ibunya akan memberinya makan bila ia lapar dan menghiburnya bila ia merasa sakit atau kesakitan. Ia dapat memberikan toleransi bila ibunya tidak ada karena ia yakin bahwa ibunya akan kembali.
2.      Kemandirian Lawan Malu dan Keraguan (Autonomy vs Shame and Doubt)
Dalam membantu mengatasi krisis otonomi lawan malu dan keraguan, idealnya orang tua menciptakan iklim yang mendukung anak untuk mengembangkan control diri tanpa harus kehilangan harga diri. Dan sangat diperlukan adanya keseimbangan antara tuntutan tugas aktivitas yang dilakukan anak dengan taraf kemampuan anak serta bantuan atau control dari pihak orang tua. Anak yang dipaksakan untuk melakukan tugas-tugas yang diluar kemampuannya sehingga banyak gagal, atau anak yang terlalu dikendalikan sehingga kurang memiliki kesempatan, akan cenderung mengembangkan sikap yang ragu-ragu atau takut dan malu dalam berbuat. Sebaliknya, bila anak diberi kesempatan yang cukup dan sepadan dengan kemampuannya serta mendapat bimbingan secara wajar, ia akan cenderung mengembangkan sikap kemandiriannya.
3.      Inisiatif Lawan Merasa Berdosa (Initiative vs Guilt)
Krisis ini terjadi pada anak umur 4-5 thn, anak mengalami suatu gejala psikologis untuk mengiden-tifikasikan diri dengan orang orang lain. Maka dari itu seorang pribadi perlu mendapat gambaran tentang akan nmenjadi orang macam apa dirinya kemudian hari. Jika anak cenderung mengembangkan sikap berdosa yang berlebihan, akibanya bukan saja memiliki perasaan bersalah secara berlebihan, tetapi juga akan diliputi oleh perasaan bahwa dirinya harus senantiasa melakukan sesuatu, senantiasa bersaing dan senantiasa berbuat sesuatu agar dirinya mempunyai nilai sebagai manusia.
4.      Mampu Berkarya Lawan Inferioritas (Industry vs Inferiority)
Pada masa ini usia enam tahun hingga remaja, mereka mulai masuk sekolah tempat mempelajari dan mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk kepentingan hidupnya pada saat sekarang dan nanti. Mereka sekarang di tuntut untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan atau tugas dengan baik. Pengalaman-pengalaman keberhasilan yang diperolehnya akan menumbuhkan perasaan dan kepercayaan bahwa dirinya mampu berkarya atau menyelesaikan sesuatu. Sebaliknya, kalau pada masa ini anak mengalami banyak kegagalan apalagi disertai dengan cemoohan, ia akan merasa tidak percaya terhadap kemampuan yang dimilikinya sehingga cenderung merasa inferior atau merasa bahwa dirinya tidak berarti.

C.    Perkembangan Kesadaran Identitas Jenis Kelamin (Gender Identity)
Kesadaran identitas jenis kelamin adalah kesadaran anak tentang konsep peran pria dan wanita dalam kehidupan. Peran jenis kelamin (pria-wanita) merujuk kepada dimensi social biologis pria dan wanita yang berupa seperangkat harapan tentang bagaimana seharusnya pria dan wanita berperilaku (berpikir, berbuat dan merasa).
1.      Perbedaan Peran Jenis Kelamin
Dalam segi social dan kepribadian, pria cenderung lebih agresif dan aktif, sedangkan wanita lebih mampu membaca emosi orang lain, toleran dan peduli. Dalam menyelesaikan konflik, pria cenderung menggunakan kekuatan fisik, sedangkan wanita menggunakan pendekatan persuasive dan kompromi. Umumnya wanita lebih kooperatif, suka membantu, altruistic kepada teman dan guru.

2.      Pembentukan Tipe Peran Jenis Kelamin
Pada sasat kelahiran, perbedaan seks antara bayi laki-laki dan bayi perempuan yang paling jelas adalah dalam hal anatomi seksual. Namun, beberapa perbedaan biologis juga tampak pada saat itu. Bayi perempuan umunya lebih sehat dan cepat berkembang daripada bayi laki-laki, meski kelihatannya agak lebih kecil dan ringan. Ia juga menunjukkan koordinasi system saraf dan fisik secara lebih baik.

3.      Klasifikasi Peran Jenis Kelamin
Dalam perkembangan selanjutnya, mulai dilakukan eksplorasi terhadap alternative dan konsep maskulin dan feminism yang melahirkan konsep androgini. Pria yang androgini mungkin saja bersifat tegas (maskulin) dan penyayang (feminism); atau wanita yang androgini mungkin bersifat dominan (maskulin), tapi juga sensitive (feminism). Pria atau wanita yang androgini memiliki sifat feminism (ekspresif) dan maskulin (instrumental). Orang yang androgini digambarkan lebih fleksibel dan bermental kuat.

D.    Perkembangan Moral
Dalam kehidupan social di masyarakat, anak akan berhadapan dengan ukuran-ukuran yang  menetukan benar-salah dan baik-buruk dari suatu tingkah laku. Ukuran-ukuran tersebut dapat berupa tata cara, kehiasan atau adat istiadat yang telah diterima oleh suatu masyarakat. Aturan-aturan inilah biasanya dikaitkan dengan istilah moral. Dengan demikian, pengertian moral mengacu kepada aturan-aturan umum mengenai baik-buruk dan benar-salah yang berlaku di masyarakat secara luas. Atau dengan kata lain, istilah moral ini berkenaan dengan bagaimana orang seharusnya berpeilaku dengan dunia sosialnya. Anak di tuntut untuk mengetahui, memahami, dan mengikutinya. Perubahan-perubahan dalam hal pengetahuan dan pemahaman aturan-aturan ini dipandang sebagai perkembangan moral.

E.     Implikasi bagi Pengembangan Lingkungan Belajar yang Kondusif
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang berfungsi untuk memfasilitasi proses perkembangan anak secara menyeluruh. Tidak hanya aspek pengetahuan dan intelektual anak yang perlu diperhatikan dan di bina, melainkan keseluruhan aspek perkembangan, termasuk aspek psikologi.
Kasus-kasus lingkungan dan keluarga yang berdampak pada anak, dapat berdampak negatif terhadap anak dalam aktivitas belajar dan perkembangan nya, dan terjadinya kasus-kasus ini mengimplikasikan perlunya perhatian dan penyediaan layanan bimbingan khusus dari pihak sekolah kepada yang bersangkutan.
Hal yang perlu kita tekankan bahwa berbeda dengan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang berkenaan dengan aspek intelektual dan keterampilan fisik, kegiatan pembelajaran emosi ini tidak bisa diceramahkan di depan kelas. Yang lebih diperlukan adalah suasana lingkungan sekolah dan pengakuan guru yang memberikan kesempatan kepada anak untuk menghayati dan mengekspresikan pengalaman-pengalaman adalah suasana lingkungan sekolah dan perlakuan guru yang memberikan kesempatan kepada anak untuk menghayati dan mengekspresikan pengalaman-pengalaman emosionalnya secara wajar.



BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Melalui metode perkembangan sosial dan pribadi anak penulis mampu menarik kesimpulan bahwa perkembangan sosial dan pribadi anak berperan penting dalam kehidupan anak, selain itu juga berpengaruh pada dimensi 2 aspek perkembangan yang lainnya.
Agar pengaruhnya dapat dikenali dan ditanggapi secara positif, maka kita perlu meningkatkan pelayanan dan selalu peka terhadap perkembangan sosial dan pribadi anak, baik secara pribadi maupun menyeluruh.

B.   Saran
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mempunyai beberapa saran antara lain :
a.    Diharapkan guru-guru pendidikan anak usia dini dapat memahami perkembangan sosial dan pribadi anak sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
b.    Diperlukan antusiasme guru dalam menangani sikap individu tentang perubahan dan perkembangan sosial dan pribadi anak.



DAFTAR PUSTAKA


Soemanti W. 2003. Prikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Syaiful Bahri Djamarah. 2002.  Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta.



No comments :

Post a Comment