MAKALAH FIQIH
“Tarjih dan Talfiq
DI
S
U
S
U
N
OLEH
MADRASAH ALIYAH BAITULMAL PANCASILA
KABUPATEN MELAWI
TAHUN AJARAN
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya
semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini
saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Nanga Pinoh, September 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.................................................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................................................. 1
C.
Tujuan
Penulisan............................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tajrih dan Talfiq.............................................................................................. 2
B.
Landasan Antara Tarjih
Dan Talfiq................................................................................... 3
C.
Hukum Talfiq.................................................................................................................... 3
D.
Contoh Tarjih Dan
Talfiq.................................................................................................. 4
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan....................................................................................................................... 5
B.
Saran................................................................................................................................. 5
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 6
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kajian tentang pengetahyan agama Islam pada
dasarnya membicarakan dua hal pokok. Pertama, tentang apa yang harus diyakini
umat Islam dalam kehidupannya. Pengeahuan tentang hal ini kemudian berkembang
menjadi “Ilmu’aqidah”. Kedua, tentang apa yang harus diamalkan umat Islam dalam
kehidupannya. Pengetahuan tentang hal ini kemudian berkembang menjadi “Ilmu
Syariah”.
Ilmu syariah itu pada dasarnya mengandung
dua hal pokok. Pertama, tentang materi perangkat tertentu yang harus dilakukan
seorang muslim dalam usaha mencari kebahagiaan hidup didunia dan diakherat
kelak. Perangkat materi tersebut, secara mudahnya disebut “Fiqh”. Kedua,
tentang cara, usaha, dan ketentuan dalam menghasilkan materi Fiqh tersebut. Hal
yang kedua ini, secara mudahnya disebut “Ushul Fiqh”. Dengan demikian, ushul
fiqh merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ilmu pengetahuan agama
Islam. Ushul Fiqh dipelajari sejalan dengan memperlajari fiqh dan diajarkan
dengan sejalan dengan pelajaran fiqh.
Ushul fiqh merupakan mata ajaran pokok
dalam ilmu pengetahaun agama Islam. Buku ini disusuna dengan mengetengahkan
ajaran dan paham ushul fiqh yang berkembang dalam mazhab-mazhab besar, yaitu:
Hanafiyah, Syafi’iyah, Hanabiah, Zhahiriyah, dan Syi’ah Imamiyah. Untuk itu,
bahan penulisan buku ini penulis lakukan dengan rujuk langsung kepada
kitab-kitab ushul fiqh / fiqh dari masing-masing mazhab tersebut.
B.
Rumusan Masalah
·
Bagaimana landasan antara
tarjih dan talfiq ?
·
Bagaimana hukum talfiq
?
·
Apa contoh tarjih dan talfiq
?
C.
Tujuan
Penulisan
·
Untuk
mengetahui pengertian tarjih dan talfiq
·
Untuk
mengetahui landasan antara tarjih dan talfiq
·
Untuk
mengetahui hukum talfiq
·
Untuk
mengetahui contoh tarjih dan talfiq
·
BAB II
PEMBAHASAN
Tarjih menurut bahasa berarti melebihi sesuatu, sedangkan
menurut istilah adalah menguatkan salah satu dalil atas dalil lainnya yakni
memilih dalil yang kuat diantara dalil-dalil yang nampaknya berlawanan.
Dalil yang lebih kuat disebut “Rojih” dan dalil yang lemah disebut dengan
“Marjuh”. Tarjih ini terjadi dan digunakan setelah jalan yang ditempuh melalui
jama’ (megompromikan) tidak bias.
Para ulama telah
sepakat bahwa dalil yang rajih (dikuatkan) harus diamalkan, sebaliknya dalil
yang marjuh (dilemahkan) tidak perlu diamalkan. Diantara alasannya, para
sahabat dalam banyak kasus telah melalui pen-tarjih-an dan tarjih tersebut
diamalkan, seperti para sahabat lebih menguatkan hadits yang dikeluarkan oleh
Siti ‘Aisyah tentang kewajiban mandi apabila telahbertemu antara alat vital
lelaki dan alat vital perempuan (H.R. Muslim dan Turmudzi), dari pada hadits
yang diterima dari Abu Hurairah, “Air itu berasal dari air”. (H.R. Ahmad Ibnu
Hambal dan Ibnu Hibban)
Talfiq menurut bahasa berarti mengembangkan dua tepi yang
berbeda. Sedangkan menurut istitilah adalah mengambil beberapa hukum sebagai
dasar beramal berbagai madzhab atau pendapat yang berbeda.
Pada dasarnya talfiq
ini dibolehkan oleh agama, selama tujuan melaksanakan talfiq itu semata mata
untuk melaksanakan pendapat yang paling benar dalam arti setelah meneliti dasar
hukum dari pendapat-pendapat itu dan mengambil apa yang dianggap lebih kuat
dasar hukumnya.
Tetapi ada talfiq yang
tujuannya untuk mencari yang ringan-ringan saja dengan arti bahwa yang diikuti
adalah pendapat yang paling mudah dikerjakan, sekalipun dasar hukumnya lemah.
Talfiq yang seperti inilah yang dicela para Ulama. Jadi pada hakikatnya talfiq
itu dasarnya ialah niat. Jika niat melakukannya untuk mencari kebenaran maka
hal itu tidak bertentangan dengan ajaran agama islam. Sebaliknya jika tujuannya
bukan untuk mencari keridhaan Allah, maka yang demikian tidak sesuai dengan
ajaran agama islam.
1.
Syarat – Syarat
Tarjih
·
Adanya persamaan antara dua dalil
tersebut tentang ketsubutannya (status ketetapan dalilnya). Oleh karena itu
terjadi ta’arudh atara Al-Qur’an (yang qathi’i Al-Tsubut) dengan Hadits Ahad
(yang dzhanny Al-Tsubut)
·
Adanya persamaan dalam kekuatannya.
Jadi, jika yang satu dalil itu Hadits mutawatir dan yang lain Hadits Ahad, maka
tidak ada ta’arudh. Karena dalam hal semacam ini hadits mutawatirlah yang harus
didahulukan.
B. Landasan Antara Tarjih Dan Talfiq
a. Persamaannya
1) Masalah yang hukumnya akan ditetapkan mencakup masalah-masalah yang masih
dalam perbedaan pendapat ulama’ baik dikarenakan terdapatnya nash lebih dari
satu maupun perselisihan pendapat ulama’.
2) Keduanya termasuk lapangan ijtihad.
b. Perbedaannya
1) tarjih untuk mencari dan menetapkan suatu dalil yang lebh kuat, sedangkan
talfiq adalah menggabungkan beberapa pendapat madzhab dalam suatu masalah denan
jalan mengambil sebagian pendapat suatu madzhab dan meninggalkan sebagian yang
lain.
2) Tarjih tidak ada kemungkinan mencari yang lebih ringan dari dalil-dalil
yang ada sedangkan talfiq terbuka untuk mengambil pendapat yang lebih ringan.
C. Hukum Talfiq
Penggabungan pendapat-pendapat Fuqaha’ (Talfiq) itu dibolehkan. Dalam hal
ini ada tiga pendapat, yaitu:
1) Pendapat pertama mengatakan, bagi orang awam dalam memilih sesuatu masalah
tidak boleh memilih-milih pendapat dari berbagai madzhab yang dipandangnya baik
dan longgar bagi dirinya. Ia harus memilih (mentarjih) antara pendapat-pendapat
tersebut, seperti pemberi fatwa harus mengadakan penilaian antara dua dalil
yang berlawanan. Hasil penilaiannya itulah yang harus diikuti, dan tidak hanya
meneliti segi-segi keringanannya saja, atau suatu hal yang akan mendatangkan
peremehan terhadap agama.
2) Pendapat kedua membolehkan penggabungan-penggbungan madzhab dengan syarat
tidak akan mendatangkan suatu pendirian yang tidak dapat dibenarkan oleh salah
satu madzhab dari madzhab-madzhab yang digabungkan itu, seperti melakukan wudlu
menurut bermacam-macam pendapat madzhab, kemudian keseluruhan pendapat tersebut
tidak dapat dibenarkan oleh salah seorang imam madzhab tersebut.
Jadi pada peristiwa ini talfiq tidak disalahkan yaitu kawin tanpa menyebut
maskawin karena mengikuti madzhab Imam Syafi’I dan tanpa mendatangkan saksi-saksi karena sudah mencakup diumumkan.
Menurut madzhab Maliki, aqad nikahnya adalah sah karena Ulama’ Maliki tidak mengatakan batalnya
orang yang mengikuti madzhab Imam Syafi’I tentang tidak adanya penyebutan
maskawin, sebab kalau demikian berarti semua perkawinan pengikut-pengikut
madzhab Syafi’I menjadi batal. Sebaliknya Ulama’-ulama’ Syafi’I juga tidak
mengatakan batalnya perkawinan pengikut madzhab Imam Maliki karena tidak
memakai saksi-saksi.
Pendapat ketiga memperbolehkan talfiq tanpa syarat, yakni dengan maksud
mencari yang ringan-ringan (mudah-mudah) dari berbagai madzhab, sebab syara’
sendiri tidak bermaksud menyulitkan orang banyak.
D. Contoh Tarjih Dan Talfiq
Contoh tarjih seperti hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah yang menerangkan
wajibnya mandi besar karena bertemu dua kelamin laki-laki dan perempuan, maka
(shahabat) meninggalkan hadist yang menerangkan bahwa “air itu hanya karena
air” (maksudnya wajibnya mandi itu bila terjadi persetubuhan yang dapat mengeluarkan
air sperma). Yang ditarjihkan oleh para sahabat di sini adalah hadist riwayat
Aisyah yang menerangkan “persetubuhan antara laki-laki dan perempuan itu
mewajibkan mandi walaupun tidak keluar air mani atau sperma).
Contoh talfiq seperti orang berwudhu mengikuti cara Madzhab Imam Syafi’I
(diantara penyebab batalnya wudhu adalah bersentuhan kulit lawan jenis). Kemudian seseorang tadi
melaksanakan Shalat, dan beranggapan persentuhan itu tidak membatalkan wudhu
(dengan berdasarkan pada pendapat Imam Abu Hanifah). Menurut Imam Syafi’I
sikap seperti yang dilakukan ini atas tidak boleh dan tidak sah shalatnya.
Sementara Imam Abu Hanifah mengatakan shalatnya adalah sah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam ilmu ushul
fiqh terdapat bermacam-macam hukum untuk membantu umat muslim memecahkan sebuah
masalah. Diantaranya adalah hukum talfiq dan tarjih.
Talfiq ialah mengambil
atau mengikuti hukum dari suatu peristiwa atau kejadian dengan mengambilnya
dari berbagai macam mazhab. Dan Menurut ulama’ Hanafiah: Tarjih adalah :
“Memunculkan adanya tambahan bobot pada salah satu dari dua dalil yang sama
(sederajat) dengan tambahan yang tidak berdiri sendiri”. Sedangkan menurut
jumhur ulama: Tarjih adalah “Menguatkan salah satu dalil yang zhanni dari yang
lainnya untuk di amalkan (diterapkan) berdasarkan dalil tersebut”. Cara
pentarjihan dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Tarjih baina an-Nushush, dan
Tarjih baina Al-Qiyas.
B.
Saran
Karena materi yang singkat dari
materi yang kami bahas ushul fiqh
sebagai penyusun kami menyarankan kepada pembaca untuk lebih memahami
tentang materi ini untuk mencari informasi di internet dan buku karena materi
yang kami bahas hanya hanya ringkas saja.
DAFTAR PUSTAKA
No comments :
Post a Comment