iklan

Tuesday, 2 December 2014

makalah tarjih dan talfiq

MAKALAH FIQIH
“Tarjih dan Talfiq

DI

S
U
S
U
N

OLEH



MADRASAH ALIYAH BAITULMAL PANCASILA
KABUPATEN MELAWI
TAHUN AJARAN
2014/2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.


Nanga Pinoh,      September 2014


Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.................................................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................................................. 1
C.     Tujuan Penulisan............................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.      Pengertian Tajrih dan Talfiq.............................................................................................. 2
B.       Landasan Antara Tarjih Dan Talfiq................................................................................... 3
C.       Hukum Talfiq.................................................................................................................... 3
D.      Contoh Tarjih Dan Talfiq.................................................................................................. 4
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan....................................................................................................................... 5
B.     Saran................................................................................................................................. 5
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 6
                                      


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kajian tentang pengetahyan agama Islam pada dasarnya membicarakan dua hal pokok. Pertama, tentang apa yang harus diyakini umat Islam dalam kehidupannya. Pengeahuan tentang hal ini kemudian berkembang menjadi “Ilmu’aqidah”. Kedua, tentang apa yang harus diamalkan umat Islam dalam kehidupannya. Pengetahuan tentang hal ini kemudian berkembang menjadi “Ilmu Syariah”.
Ilmu syariah itu pada dasarnya mengandung dua hal pokok. Pertama, tentang materi perangkat tertentu yang harus dilakukan seorang muslim dalam usaha mencari kebahagiaan hidup didunia dan diakherat kelak. Perangkat materi tersebut, secara mudahnya disebut “Fiqh”. Kedua, tentang cara, usaha, dan ketentuan dalam menghasilkan materi Fiqh tersebut. Hal yang kedua ini, secara mudahnya disebut “Ushul Fiqh”. Dengan demikian, ushul fiqh merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ilmu pengetahuan agama Islam. Ushul Fiqh dipelajari sejalan dengan memperlajari fiqh dan diajarkan dengan sejalan dengan pelajaran fiqh.
Ushul fiqh merupakan mata ajaran pokok dalam ilmu pengetahaun agama Islam. Buku ini disusuna dengan mengetengahkan ajaran dan paham ushul fiqh yang berkembang dalam mazhab-mazhab besar, yaitu: Hanafiyah, Syafi’iyah, Hanabiah, Zhahiriyah, dan Syi’ah Imamiyah. Untuk itu, bahan penulisan buku ini penulis lakukan dengan rujuk langsung kepada kitab-kitab ushul fiqh / fiqh dari masing-masing mazhab tersebut. 
B.       Rumusan Masalah
·      Apa pengertian pengertian tarjih dan talfiq ?
·      Bagaimana landasan antara tarjih dan talfiq ?
·      Bagaimana hukum talfiq ?
·      Apa contoh tarjih dan talfiq ?

C.      Tujuan Penulisan
·      Untuk mengetahui pengertian tarjih dan talfiq
·      Untuk mengetahui landasan antara tarjih dan talfiq
·      Untuk mengetahui hukum talfiq
·      Untuk mengetahui contoh tarjih dan talfiq

·       
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Tajrih dan Talfiq
Tarjih menurut bahasa berarti melebihi sesuatu, sedangkan menurut istilah adalah menguatkan salah satu dalil atas dalil lainnya yakni memilih dalil yang kuat diantara dalil-dalil yang nampaknya  berlawanan. Dalil yang lebih kuat disebut “Rojih” dan dalil yang lemah disebut dengan “Marjuh”. Tarjih ini terjadi dan digunakan setelah jalan yang ditempuh melalui jama’ (megompromikan) tidak bias.
Para ulama telah sepakat bahwa dalil yang rajih (dikuatkan) harus diamalkan, sebaliknya dalil yang marjuh (dilemahkan) tidak perlu diamalkan. Diantara alasannya, para sahabat dalam banyak kasus telah melalui pen-tarjih-an dan tarjih tersebut diamalkan, seperti para sahabat lebih menguatkan hadits yang dikeluarkan oleh Siti ‘Aisyah tentang kewajiban mandi apabila telahbertemu antara alat vital lelaki dan alat vital perempuan (H.R. Muslim dan Turmudzi), dari pada hadits yang diterima dari Abu Hurairah, “Air itu berasal dari air”. (H.R. Ahmad Ibnu Hambal dan Ibnu Hibban)

Talfiq menurut bahasa berarti mengembangkan dua tepi yang berbeda. Sedangkan menurut istitilah adalah mengambil beberapa hukum sebagai dasar beramal berbagai madzhab atau pendapat yang berbeda.
Pada dasarnya talfiq ini dibolehkan oleh agama, selama tujuan melaksanakan talfiq itu semata mata untuk melaksanakan pendapat yang paling benar dalam arti setelah meneliti dasar hukum dari pendapat-pendapat itu dan mengambil apa yang dianggap lebih kuat dasar hukumnya.
Tetapi ada talfiq yang tujuannya untuk mencari yang ringan-ringan saja dengan arti bahwa yang diikuti adalah pendapat yang paling mudah dikerjakan, sekalipun dasar hukumnya lemah. Talfiq yang seperti inilah yang dicela para Ulama. Jadi pada hakikatnya talfiq itu dasarnya ialah niat. Jika niat melakukannya untuk mencari kebenaran maka hal itu tidak bertentangan dengan ajaran agama islam. Sebaliknya jika tujuannya bukan untuk mencari keridhaan Allah, maka yang demikian tidak sesuai dengan ajaran agama islam.

1.         Syarat – Syarat Tarjih
·       Adanya persamaan antara dua dalil tersebut tentang ketsubutannya (status ketetapan dalilnya). Oleh karena itu terjadi ta’arudh atara Al-Qur’an (yang qathi’i Al-Tsubut) dengan Hadits Ahad (yang dzhanny Al-Tsubut)
·       Adanya persamaan dalam kekuatannya. Jadi, jika yang satu dalil itu Hadits mutawatir dan yang lain Hadits Ahad, maka tidak ada ta’arudh. Karena dalam hal semacam ini hadits mutawatirlah yang harus didahulukan.
B.       Landasan Antara Tarjih Dan Talfiq
a.     Persamaannya
1)   Masalah yang hukumnya akan ditetapkan mencakup masalah-masalah yang masih dalam perbedaan pendapat ulama’ baik dikarenakan terdapatnya nash lebih dari satu maupun perselisihan pendapat ulama’.
2)   Keduanya termasuk lapangan ijtihad.
b.    Perbedaannya
1)   tarjih untuk mencari dan menetapkan suatu dalil yang lebh kuat, sedangkan talfiq adalah menggabungkan beberapa pendapat madzhab dalam suatu masalah denan jalan mengambil sebagian pendapat suatu madzhab dan meninggalkan sebagian yang lain.
2)   Tarjih tidak ada kemungkinan mencari yang lebih ringan dari dalil-dalil yang ada sedangkan talfiq terbuka untuk mengambil pendapat yang lebih ringan.

C.      Hukum Talfiq
Penggabungan pendapat-pendapat Fuqaha’ (Talfiq) itu dibolehkan. Dalam hal ini ada tiga pendapat, yaitu:
1)    Pendapat pertama mengatakan, bagi orang awam dalam memilih sesuatu masalah tidak boleh memilih-milih pendapat dari berbagai madzhab yang dipandangnya baik dan longgar bagi dirinya. Ia harus memilih (mentarjih) antara pendapat-pendapat tersebut, seperti pemberi fatwa harus mengadakan penilaian antara dua dalil yang berlawanan. Hasil penilaiannya itulah yang harus diikuti, dan tidak hanya meneliti segi-segi keringanannya saja, atau suatu hal yang akan mendatangkan peremehan terhadap agama.
2)    Pendapat kedua membolehkan penggabungan-penggbungan madzhab dengan syarat tidak akan mendatangkan suatu pendirian yang tidak dapat dibenarkan oleh salah satu madzhab dari madzhab-madzhab yang digabungkan itu, seperti melakukan wudlu menurut bermacam-macam pendapat madzhab, kemudian keseluruhan pendapat tersebut tidak dapat dibenarkan oleh salah seorang imam madzhab tersebut.
Jadi pada peristiwa ini talfiq tidak disalahkan yaitu kawin tanpa menyebut maskawin karena mengikuti madzhab Imam Syafi’I dan tanpa mendatangkan saksi-saksi karena sudah mencakup diumumkan. Menurut madzhab Maliki, aqad nikahnya adalah sah karena Ulama’ Maliki tidak mengatakan batalnya orang yang mengikuti madzhab Imam Syafi’I tentang tidak adanya penyebutan maskawin, sebab kalau demikian berarti semua perkawinan pengikut-pengikut madzhab Syafi’I menjadi batal. Sebaliknya Ulama’-ulama’ Syafi’I juga tidak mengatakan batalnya perkawinan pengikut madzhab Imam Maliki karena tidak memakai saksi-saksi.
Pendapat ketiga memperbolehkan talfiq tanpa syarat, yakni dengan maksud mencari yang ringan-ringan (mudah-mudah) dari berbagai madzhab, sebab syara’ sendiri tidak bermaksud menyulitkan orang banyak.         

D.      Contoh Tarjih Dan Talfiq
Contoh tarjih seperti hadist yang diriwayatkan oleh Aisyah yang menerangkan wajibnya mandi besar karena bertemu dua kelamin laki-laki dan perempuan, maka (shahabat) meninggalkan hadist yang menerangkan bahwa “air itu hanya karena air” (maksudnya wajibnya mandi itu bila terjadi persetubuhan yang dapat mengeluarkan air sperma). Yang ditarjihkan oleh para sahabat di sini adalah hadist riwayat Aisyah yang menerangkan “persetubuhan antara laki-laki dan perempuan itu mewajibkan mandi walaupun tidak keluar air mani atau sperma).
Contoh talfiq seperti orang berwudhu mengikuti cara Madzhab Imam Syafi’I (diantara penyebab batalnya wudhu adalah bersentuhan kulit lawan jenis). Kemudian seseorang tadi melaksanakan Shalat, dan beranggapan persentuhan itu tidak membatalkan wudhu (dengan berdasarkan pada pendapat Imam Abu Hanifah). Menurut Imam Syafi’I sikap seperti yang dilakukan ini atas tidak boleh dan tidak sah shalatnya. Sementara Imam Abu Hanifah mengatakan shalatnya adalah sah.



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dalam ilmu ushul fiqh terdapat bermacam-macam hukum untuk membantu umat muslim memecahkan sebuah masalah. Diantaranya adalah hukum talfiq dan tarjih.
Talfiq ialah mengambil atau mengikuti hukum dari suatu peristiwa atau kejadian dengan mengambilnya dari berbagai macam mazhab. Dan Menurut ulama’ Hanafiah: Tarjih adalah : “Memunculkan adanya tambahan bobot pada salah satu dari dua dalil yang sama (sederajat) dengan tambahan yang tidak berdiri sendiri”. Sedangkan menurut jumhur ulama: Tarjih adalah “Menguatkan salah satu dalil yang zhanni dari yang lainnya untuk di amalkan (diterapkan) berdasarkan dalil tersebut”. Cara pentarjihan dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Tarjih baina an-Nushush, dan Tarjih baina Al-Qiyas.

B.       Saran
Karena materi yang singkat dari materi yang kami bahas ushul fiqh  sebagai penyusun kami menyarankan kepada pembaca untuk lebih memahami tentang materi ini untuk mencari informasi di internet dan buku karena materi yang kami bahas hanya hanya ringkas saja.


DAFTAR PUSTAKA



No comments :

Post a Comment